Polemik Pajak Sembako, Hipmi: Informasi yang Beredar Tidak Lengkap

Gedung Direktorat Jenderal Pajak
Masyarakat Heboh Soal Pajak Pulsa, Direktorat Jenderal Pajak Berikan Klarifikasi dan Simulasinya (Foto: Gedung Direktorat Jenderal Pajak - Net)

Jakarta, Satusuaraexpress.co – Isu tentang usulan pemerintah untuk pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Sembako, dan pendidikan, menjadi polemik. Pro-kontra menjadi pembahasan yang sangat dalam oleh para politisi, para pengamat, para pelaku usaha, bahkan oleh masyarakat luas.

Salah satu yang merespon atas itu adalah Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani. Ia mengatakan isu PPN atas sembako ini tidak akan menjadi polemik berkepanjangan, ketika tersampaikan informasi yang utuh, lengkap dan komprehensif di masyarakat.

“Justru pembahasan selanjutnya, menuju finalisasi draf Rancangan Undang-undangnya, perlu melibatkan secara sengaja dari semua stakeholder,” jelasnya menegaskan, Jumat (18/06).

Pada prinsipnya, PPN terbagi atas empat isu pokok, yakni objek pajak, subjek pajak, tarif, dan tata cara pemungutan.

Diantara itu, yang masuk dalam draf rancangan undang-undang tersebut baru sebatas tentang objek pajak. Tetapi persepsi yang timbul di masyarakat, bahwa sembako ini pasti kena tarif. Padahal tarif ini, menurut Ajib, menjadi pembahasan selanjutnya, yang pengaturannya masih memerlukan produk hukum selanjutnya.

Pada prinsipnya, ia menilai, hal yang bagus sembako dimasukkan ke bagian objek pajak. Selanjutnya yang lebih penting dari itu adalah bagaimana fungsi pajak lebih optimal sebagai reguleren atau pengatur ekonomi.

“Untuk sembako yang dikonsumsi oleh masyarakat luas, bisa dikenakan tarif 0 persen, dus sama juga tidak ada pembayaran PPN oleh wajib pajak. Sedangkan yang dikonsumsi oleh masyarakat kelas atas, baru dikenakan tarif, misalnya 10 persen. Contohnya konsumsi ikan tarif 0 persen, sedangkan untuk konsumsi sirip ikan hiu tarif 10 persen,” papar Ajib.

Ajib mengingkatkan, terkait permasalahan mendasar, yakni komunikasi yang dibangun oleh pemerintah belum optimal. Sebagai contoh komunikasi yang buruk seperti ketika membahas tentang objek pajak, tetapi yang menjadi polemik justru tentang tarif pajak.

Contoh kedua, ketika membahas tentang subjek pajak, malah mengusulkan penurunan treshold PKP ketika di waktu bersamaan menghapus PPnBM mobil. Contoh ketiga, ketika mengeluarkan aturan tentang tata cara pemungutan PPN, malah terjebak seolah-olah membuat objek pajak baru dan mencabut kembali regulasi yang telah dikeluarkan, seperti halnya PMK Nomor 210 tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui ecommerce, yang kemudian ditarik kembali pada Tanggal 29 Maret 2019.

“Hal ini terjadi karena komunikasi yang terbangun antara otoritas dengan para stakeholders belum optimal. Konten yang substansi terkadang tidak tersampaikan secara presisi,” ujarnya.

Ajib mengakui saat ini memang masih banyak pekerjaan rumah yang perlu didesain dan dieksekusi untuk meningkatkan penerimaan PPN. Terlihat dari penerimaan PPN, termasuk PPnBM pada tahun 2020 sebesar Rp448,4 triliun menopang sebesar 41,9 persen dari penerimaan pajak secara agregat tahun 2020. Ketika disandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) 2020 sebesar 15.434,2 triliun.

Ketika sembako menjadi bagian objek pajak, pemerintah mempunyai peranan sentral dengan kewenangan yang melekat, untuk mengoptimalkan instrumen fiskal sebagai bagian penyelesai masalah ekonomi bangsa ini, yaitu pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan.

Untuk selanjutnya, bagaimana pemerintah perlu konsisten menjadikan pajak sebagai aspek pengatur ekonomi dengan tujuan akhir untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Tidak kalah penting selanjutnya adalah bagaimana membangun ruang komunikasi terbaik, sehingga informasi bisa tersampaikan secara utuh dan lengkap ke masyarakat, ketika peraturan akan dibuat atau ketika mengedukasi atas peraturan yang telah dibuat. PPN atas sembako, seharusnya tidak perlu menjadi pusaran polemik yang tidak produktif,” tandas Ajib. (ad)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *