Satusuaraexpress.co – Tim Kemenristek dan Kemenkes akhirnya menemukan mutasi B.1.1.7 di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono Selasa 2 Maret 2021. Sebanyak dua kasus mutasi dari Inggris ditemukan untuk pertama kalinya di Indonesia.
Beberapa waktu yang lalu , peneliti genomik molekular dari Aligning Bioinformatics dan anggota konsorsium COVID-19 Genomics UK, Riza Arief Putranto Kamis (7/1), mengatakan, makin banyaknya mutasi baru virus corona menunjuklan perlunya dilakukan surveilans genomik di Indonesia. Penelitian telah mengidentifikasi ribuan mutasi pada sampel virus corona SARS-CoV-2 diberbagai negara di dunia.
Menurut Bank Data Genom Virus di Nextrain.org, telah terjadi 15.896 kejadian mutasi pada tingkat asam nucleat yang menyebabkan 9.781 perubahan asam amino.
Sebagian besar mutasi dianggap tidak berpengaruh banyak pada struktur biologi virus. Namun belakangan semakin banyak varian baru dari hasil mutasi yang signifikan sehingga bisa mempengaruhi peta jalan dalam pertempuran melawan virus ini.
Salah satu mutasi baru terjadi di Inggris sejak September 2020 yang baru ditemukan Desember 2020. Varian baru yang dikenal sebagai B.1.1.7 dipastikan jauh lebih menular dan pemicu lonjakan gelombang kedua pandemi COVID-19 yang kini melanda Inggris dan sejumlah negara lain.
Secara global, varian baru SARS-CoV-2 telah ditemukan di lebih dari 40 negara, termasuk disejumlah negara Asia Tenggara. Diduga varian baru ini sudah masuk ke Indonesia, namun belum terdeteksi karena kelemahan surveilans molekuler.
Sampai saat ini belum ada bukti mutasi virus B.1.1.7 menimbulkan gejala klinis yang lebih berat ataupun mematikan.
B.1.1.7 penularannya lebih tinggi mengakibatkan kita tertular virus yang lebih menular yang menyebar
*Apakah Varian baru mempengaruhi respons antibodi?*
Mutasi virus corona yang paling dikhawatirkan ialah mutasi yang bisa mempengaruhi respons antibodi.
Afrika Selatan 18 Desember 2020 mengumumkan telah mendeteksi mutasi yang menyebar dengan cepat, varian baru ini dinamakan 501Y.V2 karena adanya mutasi N501Y yang mereka temukan dalam protein paku ( _spike protein_) yang digunakan virus untuk masuk ke dalam sel di dalam tubuh inangnya.
Menurut laporan WHO meski kedua varian di Inggris dan Afrika Selatan ini berbagi mutasi N501Y, mereka berbeda. Varian di Afrika Selatan membawa dua mutasi lain pada protein paku antara lain E484K dan K417N yang tidak ditemui di strain inggris.
Mutasi pada E484K ini mengubah domain pengikat reseptor, bagian penting dari protein paku. Hal ini juga merupakan situs penting di mana antibodi penetral yang disebabkan oleh infeksi atau vaksin mengikat virus.
Penelitian Allison J Greaney dan Tom dari Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle telah mengkaji kemampuan antibodi yang diambil dari penyitas yang sebelumnya terinfeksi SARS-CoV-2 untuk menetralkan berbagai galur baru virus corona. Kajian ini terkait dengan respons pada mutasi baru pada E484K, yang ditemukan di Afrika Srlatan dan Brasil. Studi yang dirilis pada 5 Januari 2021 di laman iorxiv.org dan belum ditinjau rekan sejawat itu menemukan varian baru di Afrika Selatan dan Brasil pembawa mutasi E484K mengurangi kemampuan netralisasi oleh antibodi serum dan beberapa individu. Penurunan kemampuan netralisasi antibodi ini lebih dari 10 kali lipat.
Penelitian Paola Cristins Resende dan tim dari Laboratory of Respiratory Viruses amd Measles ( LVRS ), Oswaldo Cruz Institute, menemukan mutasi pada E484K atau disebut varian B.1.1.7 terbukti berperan memicu terjadinya kasus infeksi ulang di Brasil. Sementara penyelidikan terpisah oleh Emanuele Andreano dan tim dari Monoclonal Antibodi Discovery (MAD) Lab, Italia menemukan mutasi E484K memiliki kemampuan untuk resisten terhadap netralisasi plasma.. pemodelan komputasi memprediksi bahwa penghapusan dan penyisipan pada loop N3 dan N5 mencegah pengikatan antibodi penetral. Dengan bukti bukti ini Andreano menyimpulkan, timbulnya varian baru yang memiliki mutasi E484K memiliki potensi untuk lolos dari respons imun yang efektif. Ini merupakan khabar buruk karena berpotensi menjadikan SARS-CoV-2 juga bisa menyiasati respons imun yang dipicu oleh vaksin yang diberikan.
Walaupun bukti- bukti masih dikumpulkan, dengan melihat kecenderungan adanya mutasi, ke depan kita harus bersiap untuk terus memodifikasi vaksin yang mampu mengendalikan varian- varian baru.
Masyarakat dihimbau untuk tetap mendukung program vaksinasi sebagai upaya memutus rantai penularan menuju herd immunity dan tetap menjalankan protokol kesehatan 3 M, walaupun sudah di vaksinasi, memakai masker, menjaga jarak dan sering mencuci tangan dengan sabun diair yang mengalir.
Pertempuran melawan virus corona SARS-CoV-2 masih panjang dan kemungkinan pada akhirnya nanti virus corona menjadi endemik dan kita harus bersiap hidup berdampingan dengan COVID-19.
Jakarta 3 Maret 2021
Dr. Mulyadi Tedjapranata.