FEB UMS Gelar Diskusi Publik, Kritisi Revisi UU Kejaksaan Tuntut Pengawasan Ketat dan Transparansi

IMG 20250311 WA0009 scaled
FEB UMS Gelar Diskusi Publik.

Satusuaraexpress.co | Jakarta – Mahasiswa, akademisi, dan aktivis hukum menggelar diskusi di Aula FEB UMS pada Senin (11/3/2025) sore. Diskusi tersebut membahas terkait isu kontroversial seputar revisi Undang-Undang Kejaksaan.

Dalam acara tersebut, para pemateri menyampaikan pandangan kritis mengenai potensi penyalahgunaan kewenangan oleh kejaksaan jika revisi UU tidak mendapatkan pengawasan yang memadai.

Seorang akademisi Hukum dari UMS, Dr. Rizka, MH, mengungkapkan bahwa meskipun proses penyusunan revisi RUU Kejaksaan telah mengacu pada peraturan yang ada, substansi yang terkandung di dalamnya masih belum cukup jelas.

Baca juga : Tiga Pemain Sepak Bola Naturalisasi Resmi Jadi WNI, Kekuatan Timnas Indonesia Semakin Kokoh

“Ada kekhawatiran serius terkait tumpang tindih kewenangan antara kejaksaan dan aparat penegak hukum lainnya. Ini dapat mengaburkan batas-batas kontrol dan menciptakan potensi penyalahgunaan wewenang,” kata Dr. Rizka.

Ia menyebut pemberian kewenangan intelijen kepada Jaksa dinilai sebagai langkah yang berpotensi merubah tatanan hukum secara signifikan.

“Kewenangan yang terlalu besar tanpa adanya mekanisme pengawasan yang efektif bisa menjadikan Kejaksaan sebagai ‘Superbody‘ yang mengancam prinsip checks and balances dalam sistem pemerintahan,” tambahnya.

Baca juga : Kini Giliran PLN Terungkap Dugaan Korupsi, Negara Rugi Rp 1,2 Triliun

Di kesempatan yang sama, M. Arief Oksya selaku Fungsionaris DPP KNPI sekaligus Founder Orpol Foundation menegaskan bahwa revisi UU ini berisiko memperkuat dominus litis, yakni posisi kejaksaan yang menguasai penanganan perkara secara sepihak.

“Revisi ini harus mendapatkan pengawasan ketat agar tidak terjadi praktik kesewenang-wenangan yang merugikan masyarakat dan mengikis kepercayaan publik terhadap institusi hukum,” ujar Arief Oksya.

Tak hanya para akademisi dan praktisi hukum, mahasiswa juga turut menyuarakan pendapatnya. Ketua BEM FH UMS menyatakan penolakan keras terhadap pemberian kewenangan berlebihan tersebut. Dalam demonstrasi simbolik, peserta acara menampilkan bentangan spanduk-spanduk yang memuat tulisan protes terkait asas dominus litis.

Baca juga : Disaat Negara Efisien Anggaran “Sembilan Naga” Sowan Presiden Prabowo, Ada Apa?

“Kami sebagai generasi penerus menuntut transparansi dan keadilan. Reformasi hukum harus mengedepankan prinsip akuntabilitas, bukan sekadar memperkuat kekuasaan satu lembaga,” kata salah satu perwakilan mahasiswa.

Adanya diskusi publik ini diharapkan dapat menjadi momentum penting dalam mengungkap berbagai potensi masalah dalam revisi UU Kejaksaan. Para pemateri menekankan bahwa partisipasi publik dan kajian mendalam secara ilmiah sangat diperlukan untuk memastikan bahwa perubahan regulasi tidak justru menimbulkan dampak negatif bagi sistem peradilan di Indonesia.

Baca juga : Mengkhawatirkan, Dugaan Korupsi di Pertamina Capai Rp968,5 Triliun

Acara ini diharapkan menjadi awal dari rangkaian dialog kritis dan konstruktif antar berbagai elemen masyarakat guna mengawal proses reformasi hukum yang transparan dan akuntabel.

Dengan semangat perbaikan sistem hukum, para peserta menegaskan komitmennya untuk terus mengawasi dan mengkritisi setiap langkah legislasi yang berpotensi menggerus prinsip keadilan dan demokrasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *