Oleh: Ghugus Santri
Pribadi yang ramah padahal beliau adalah seorang profesor dan penyair ternama. Namun kuinsyafi diriku, apakah seorang berstatus tinggi tidak layak untuk berbincang dengan aku yang bukan siapa-siapa ini.
Aku sempat bertemu dan sedikit berbincang dengan beliau. Itu ketika aku dan kawan-kawan sepakat untuk menjadikan pak Sapardi sebagai pembicara dalam diskusi umum mengenai sastra di kampus kami.
Waktu itu malam, aku dan seorang kawanku menemui beliau di IKJ. Malam itu aku dan kawanku merasa beruntung, sebab beliau baru hendak pulang. Dan kami dipertemukan tapat di pintu keluar gedung yang dekat dengan tempat praktikum seni terapan.
Aku masih ingat betul, ketika beliau keluar, beliau bersama koleganya atau mungkin di sana ada asistennya, berjalan menuju mobil beliau yang sudah terparkir di depan pintu keluar.
Awalnya aku segan untuk berbicara seraya menyampaikan surat undangan untuk event kami. Namun, kupikir ini adalah kesempatanku untuk berbicara dengan penyair tercintaku.
Akhirnya kuberanikan diri untuk mendekat pada beliau seraya mengucapkan salam. Tak kusangka keramahan beliau ketika menjawab salamku sambil tersenyum menyambutku.
Setelah itu kucium tangannya. Pada momen tersebut, aku seperti muridnya yang berikhtiroman kepada beliau, yang jelas memang beliau seorang guru besar di IKJ dalam bidang sastra.
Namun, segera kupersingkat, menyampaikan maksud dan tujuanku tersebut, karena kupikir beliau sudah lelah dengan rutinitasnya di IKJ dan entah dimana lagi.
Pembicaraan kuakhiri dengan meminta nomor telpon yang bisa dihubungi. Kembali kudibuat takjub oleh keramahannya. Jika orang terkenal lain mungkin meminta asistennya untuk memberikan nomor tlpnya.
Namun tidak dengan beliau, beliau menyebutkan sendiri nomor pribadi beliau. kemudian beliau meminta untuk, coba kirimkan pesan ke WA itu “nama dan dari mana”, seketika aku ketik namaku lengkap dengan nama kampusku kemudian kukirim langsung.
Sesaat kemudian beliau melihat telepon genggamnya, “Ghugus Santri dari Unpam.” ucap Pak Sapardi kepadaku seraya melempar senyuman.
Sapardi Djoko Damono adalah seorang penyair ternama yang masyhur dikalangan para pecinta dunia sastra. Sejumlah karyanya seperti novel dan kumpulan puisinya tersebar luas di toko buku di mana pun.
Salah satu karyanya yang diberi judul Hujan di Bulan Juni sempat dibicarakan masyarakat karena sudah dijadikan alih wahana ke film dan lirik lagu yang diarensemen oleh Ari Reda.
Namun tepat setahun lalu, 20 Maret 2020 lalu, para penikmat karyanya dilanda kesedihan. Karena harus menelan pil pahit dari kenyataan bahwa Sapardi Djoko Damono dikabarkan meninggal dunia.
Selamat jalan, Pak. Sebab yang fana adalah waktu, Tuan abadi…