Penulisi: Maheswari Alfina Indita | Editor: Ghugus Santri
Healing adalah kegiatan yang akhir-akhir ini tengah populer. Berkenaan dengan situasi pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada tahun 2020 awal sampai saat ini, telah mencatat sejarah dunia baru.
Istilah healing ini marak digunakan sebagai bahasa milenial (makna leksikal) yang artinya sebuah tindakan menyepi sebentar yang disengaja untuk memberi ketenangan atau privasi bagi seseorang.
Implementasi kegiatan yang disebut healing ini memang banyak caranya. Setiap orang biasanya akan menemukan caranya sendiri-sendiri yang disebut sebagai cara unik. Selain cara unik, seseorang juga dapat mencoba cara healing versi orang lain.
Apa kamu tahu fungsi karya sastra?
Salah satu fungsi dari karya sastra adalah sebagai alat penyaluran perasaan. Melalui karya sastra, pengarang dapat membantu banyak orang dengan menjangkau lebih banyak orang dengan mudah melalui karyanya. Dalam karya sastra terdapat kesan “magis” yang dapat membuat pembacanya merasa tenang atau menjadi punya penuntun untuk tetap menjalani hidupnya.
Hal ini nampaknya berlaku bagi penulis buku berjudul Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja, Alvi Syahrin. Melalui bukunya Alvi percaya bahwa melalui karya sastra, seseorang dapat terjaga mental sehatnya. Khusus koleksi buku ini lengkapnya terdiri dari tiga buku healing. Tiga buku itu diantaranya Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta, Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa, dan Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja Kali ini kita akan berfokus pada edisi buku healing terakhir.
Secara keseluruhan buku setebal 205 halaman ini berisikan pedoman-pedoman untuk tetap bertahan di hari ini untuk hari besok, hari besok untuk lusa dan begitu seterusnya. Alvi banyak mengungkapkan sikap empati kepada pembacanya dengan memposisikan dirinya menjadi pembaca maupun memposisikan dirinya menjadi sahabat pembaca yang mendengarkan serta mengerti perasaan pembaca kemudian memberikan semangat, mengingatkan, memberi saran dan bertukar cerita.
Padahal Alvi Syahrin menimba ilmu di Jurusan Teknik Informatika, beliau tidak mempelajari ilmu Sastra apalagi Psikologi Sastra, namun Alvi dapat memilih diksi yang sangat baik untuk memikat perasaan pembaca. Selain itu, buku ini juga berisi bahasa asing yakni Bahasa Inggris pada beberapa kalimat tertentu guna memberikan efek kekinian, namun, tidak hanya nilai modern saja, buku dengan beberapa kalimat berbahasa inggris juga dapat memberikan edukasi bahasa kepada masyarakat.
Kutipan Alvi bertukar cerita:
”Bayangkan kita hidup tanpa kekurangan. Tak ada kekurangan, tak ada yang bisa ditingkatkan. Tak ada yang bisa ditingkatkan, tak berkembang. Tak terbayangkan sebuntu apa aku nantinya. Dan, di saat itulah aku tersadarkan… Momen ketika kamu mencintai Allah adalah momen kjetika kamu peduli terhadap dirimu sendiri. Momen ketika kamu mencintai Allah adalah momen ketika kamu mencintai dirimu sendiri. Dan, itu akan jadi koneksi paling indah… yang pernah kamu miliki; setidaknya, untuk dirimu sendiri.” (Jika Kita Tak Baik-Baik Saja, 2021; Hal. 188-191)
Kutipan Alvi memposisikan dirinya seperti pembaca:
“Maka, kali ini, biarkan perjalanan ini menjadi kisah cinta yang baru; antara aku dan diriku.” (Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja, 2021;10)
Kutipan Alvi memberi saran:
“Kamu harus menyadari kalau kamu sedang terluka, dan kamu harus berani mengakui kalau sebagian luka ini berasal dari dirimu sendiri. Biar lebih cepat sembuhnya.” (Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja, 2021)
Kutipan Alvi memberi pengingat:
“Jangan bermain dengan hati yang masih merasa; aku khawatir hatimu jadi berharap lagi.” (Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja, 2021)
Alvi tahu dimana harus menyentuh hati pembaca, apalagi beliau membuat buku ini untuk orang-orang yang sedang tidak baik-baik saja. Menggunakan sudut pandang orang pertama dan kedua, buku ini mengangkat tema-tema yang relate dengan kisah nyata seseorang merasakan gejolak perasaannya yang buruk.
Terdapat empat bagian tentang tahap perasaan seseorang: (1)Patah Hati, Pengkhianatan, Kehilangan, (2)Letting Go: Melepaskan, (3)Kebahagiaan Yang Telah Lama Hilang dan (4)Self-Love. Bagian yang paling menarik adalah bagian terakhir yakni Self-Love. Atmosfer yang terbangun pada buku ini sangatlah kuat. Pembaca dibuat percaya diri dan menyadari bahwa semua orang memiliki “power” masing-masing.
Kekurangan pada buku ini hanya satu yakni buku ini hanya dapat puas dinikmati oleh pembaca yang beragama Islam saja. Terdapat banyak ayat-ayat al-Qur’an yang sesuai untuk memberikan pegangan kepada pembaca yang bersedih bahkan putus asa. Seperti pada kutipan berikut:
“Dan barangsiapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” –QS An-Nisa:10 (Jika Kamu Tak Pernah Baik-Baik Saja, 2021; 187)
Sebenarnya, tanpa membaca ayatnya pun masih bisa menikmati buku. Namun, pembaca akan kekurangan benefit dibandingkan pembaca yang membaca Al-Qur’an. Pembaca harus mencari sendiri pegangan hidup sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
Intinya buku ini memang diperuntukkan untuk kamu yang sedang bersedih karena hal apapun! Buku ini dapat kalian beli di toko buku terdekat. Kalian dijamin tidak akan menyesal membelinya karena buku ini dapat dijadikan pegangan juga untuk kamu yang terus melangkah ke depan atau untuk antisipasi kalian sebelum merasa sedih, patah hati, kecewa, tidak percaya diri dan perasaan negatif lainnya.