satusuaraexpress.co – Pandemi COVID-19 telah memporakrandakan tatanan kehidupan seluruh masyarakat di dunia. Pola hidup new normal suka tidak suka menjadi pilihan kalau kita mau aman terhindar tertular COVID-19.
Kita dipaksa tinggal dirumah, bekerja di rumah, kita tidak bisa lagi bepergian bebas tanpa menggunakan masker, menjaga jarak dengan sesama dan selalu mencuci tangan dengan sabun di air yang mengalir selama 20 detik atau menggunakan hand sanitiser. Jika sisi kelam ini dilanjutkan, masih banyak daftar dampak negatif pandemi COVID-19. Namun , di sisi lain, ada perubahan perilaku positif dalam kehidupan manusia.
Berkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama ilmu kedokteran medis dan bio molekular serta teknologi informasi pandemi ini menjadi jalan evolusi bagi umat manusia.
Penemuan vaksin COVID-19
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) , pemerintah dan para ahli kesehatan mempercayai penemuan vaksin COVID-19 untuk memutus rantai penularan masyarakat yang terpapar infeksi, sekaligus untuk mencegah penularan adalah terobosan mengembalikan kehidupan pada situasi normal seperti sebelum pandemi. Namun perlu diingat pemberian vaksin bukan satu-satunya sarana mencegah penularan.
Kedisiplinan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan kebijakan pemerintah yang memberikan perlindungan maksimal bagi warga negaranya adalah cara yang ampuh mencegah penularan COVID-19. Penemuan vaksin COVID-19 memberikan ” nur ” (cahaya) di tengah- tengah pandemi yang tidak jelas kapan akan berakhir.
Penemuan vaksin COVID-19 lebih cepat dibandingkan dengan penemuan -penemuan vaksin sebelumnya. Vaksin influenza, baru ditemukan 13 tahun setelah pandemi Flu Spanyol tahun 1918. Diperlukan 20 bulan untuk merilis kode genom virus penyebab SARS yang muncul tahun 2003. Pada kasus Ebola, baru tahun 2019 WHO mengumumkan prakualifikasi vaksin. Lima tahun warga Afrika berjuang melawan ebola tanpa vaksin. Penemuan vaksin zika memerlukan waktu sekitar enam bulan.
Baca Juga : Ini Pandangan Orang yang Mempunyai Kompetensi tentang Vaksin Sinovac
Perburuan vaksin COVID-19 dimulai ketika Pemerintah China merilis kode genetik virus COVID-19, Februari 2020. Berbekal kode genetik itu, lembaga penelitian bekerja sama dengan perusahaan farmasi berlomba-lombamengembangkan obat anti virus bagi SARS-CoV-2, dan vaksin. Berdasarkan data WHO berselang enam bulan , sudah muncul 51 calon vaksin sedang diuii ke manusia di mana 13 di antaranya dalam tahap uji klinid tahap akhir. 164 vaksin lainnya sedang dikembangkan di laboratorium.
Menjelang akhir 2020, vaksin buatan Pfizer- BioNTech vaksin yang diproduksi oleh raksasa farmasi.AS Pfizer dan perusahaan bioteknologi Jerman BioNTech ini didasarkan pada teknologi baru mRNA(messenger ribonucleic acid) , mulai disuntikkan kepada masyarakat di beberapa negara. Efikasi atau efektivitas vaksin yang mendekati 100 persen adalah buah kemajuan spektakuler, ilmu pengetahuan medis dan kedokteran, terutama biomolekuler.
Bagaimana dengan vaksin Sinovac ? Saya menulis tentang ini karena banyak ditanya oleh teman-teman tentang Sinovac – vaksin COVID-19 buatan China.
Banyak teman sejawat , politisi dan masyarakat yang ragu, karena beredar kabar bahwa vaksin buatan Pfizer – BioNTech yang dipergunakan di USA lebih baik dan menempati rangking pertama menurut WHO. Lucis Rizka Andalucia, juru bicara BPOM menyatakan bahwa kabar tersebut tidak sepenuhnya benar. Hingga saat ini tidak ada dokumen dan informasi resmi dari WHO yang membandingkan respons efikasi vaksin tersebut.
Penulis : dr. Mulyadi Tedjapranata
Editor : Wawan