Kolerasi Delirium Pada Lansia Dengan Covid-19

20200928164723

Satusuaraexpress.co – Delirium, merupakan sindrom yang ditandai gangguan kesadaran dan kognisi secara akut dan berfluktuasi. Gejalanya bervariasi, biasanya seseorang dengan delirium mengalami gangguan kesadaran dan berkurang atensi.

President Federation of Asian Oceanian Neuroscience Societies ( FAONS ) Adhi Wibowo Nurhidayat Sp.KJ hari Jumat 11 Desember 2020, mengatakan, gejala lain yang bisa dialami orang dengan delirium, yakni gangguan memori seperti pikun, disorientasi, serta gangguan berbahasa. Pasien juga menunjukkan gangguan emosi, gangguan siklus tidur, dan gangguan cara berfikir. Kondisi ini terjadi dalam periode waktu pendek dan berubah- ubah dalam sehari.

Yang harus menjadi perhatian adalah delirium termasuk gangguan kognitif level tertinggi sehingga mengancam jiwa seseorang. Diperlukan pemeriksaan lebih mendalam untuk memastikan seseorang terkena delirium atau bukan.

Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa disebutkan perubahan kognisi ditandai adanya defisit memori, disorientasi, dan gangguan bahasa pada pasien delirium, tak terkait demensia. Pada delirium, hal ini terjadi mendadak dan fluktuatif. Itu berbeda dengan dementia yang terjadinya menahun.

Penyebab Delirium

Penyebab delirium beragam, bisa terjadi karena infeksi sistim saraf pusat seperti trauma kepala, tumor, dan perdarahan. Penggunaan obat, seperti obat pereda nyeri, obat tidur,anti alergi ( antihistamin ), obat asma, kortikosteroid, obat untuk kejang, gangguan jantung, gangguan paru, gangguan sistem metabolik, kadar gula dalam darah rendah, malnutrisi,dehidrasi dan ada penyakit sistemik akibat infeksi ataupun defisiensi nutrisi.

Delirium dibagi menjadi beberapa jenis tergantung pada gejala yang ditunjukkan: Delirium hiperaktif. Pengidap terlihat gelisah, sering mengalami perubahan mood, atau berhalusinasi.

Delirium hipoaktif. Pengidap terlihat tidak aktif atau mengurangi aktivitas gerak, lesu, mengantuk atau tampak linglung.

Delirium campuran. Pengidap.sering menunjukkan perubahan gejala dari delirium hiperaktif ke delirium hipoaktig atau sebaliknya.

Tata laksana delirium bergantung pada apa penyebab gangguan rersebut. Diperlukan pemeriksaan fisik dan penunjang diagnosis untuk menentukan penyebab delirium disertai terapi untuk mengatasi gangguan perilaku yang dialami.

Covid-19 merupakan penyakit infeksi baru virus corona SARS-CoV-2 dengan gejala yang ditimbulkan beragam. Mulai dengan gejala umum demam, batuk kering , kelelahan, Gejala yang sedikit  tidak umum, rasa tidak nyaman dan nyeri, nyeri tenggorokkan, diare, konyungtivitis, sakit kepala, hilangnya indra perasa atau penciuman ( anosmi ), ruam pada kulit hilangnya rasa sampai sesak nafas dan Acute Respiratory Distress Syndrom dan delirium.

Kewaspadaan itu tak hanya secara fisik, tapi juga psikis. Studi menunjukkan, pasien Covid-19, terutama yang berusia diatas 60 tahun, banyak yang mengalami gangguan delirium.

Pada 4 Desember 2020, peneliti Universitas de Catalunya (UOC) ,Javier Correa mengeluarkan hasil tinjauan tentang bagaimana virus corona mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyatankan bahwa jika delirium disertai demam, harus dianggap sebagai gejala awal Covid-19, terutama pada lansia.

Ini adalah kesimpulan utama yang diambil dari tinjauan penelitian ilmiah yang dilakukan peneliti dari Universitas Oberta de Catalunya dan diterbitkan dalam Jurnal of Clinical Immunology and Immunotherapy. Para peneliti menyoroti sebuah fakta bahwa bersamaan dengan hilangnya indra dari rasa dan bau, disertai juga dengan sakit kepala pada hari- hari sebelum terjadinya batuk dan kesulitan bernafas, beberaoa pasien juga mengalami delirium

” Delirium adalah keadaan kebingungan saat seseorang merasa tidak terhubung dengan kenyataan, seolah- olah mereka sedang bermimpi”, Kata Javier dikutib dari situs resmi UOC pada Jumat 11 Desember 2020.

Maura Kennedy dari Departemen Kedokteran Emergensi Rumah Sakit Umum Massachusetts, Amerika Serikat, bersama dengan kolega meneliti 817 pasien Covid-19 berusia 65 tahun ke atas di tujuh lokasi berbeda di Amerika Serikat. Hasil riset itu menemukan, 28 persen pasien mengalami delirium. Sementara 16 persen pasien menunjukkan kondisi delirium sebagai gejala utama dan 37 persen tidak menunjukkan gejala khas, seperti demam dan sesak nafas.

Hasil riset dipublikasi di   JAMA Network pada 19 November 2020.

Kewaspadaan akan adanya delirium ini juga perlu ditingkatkan pada pasien Covid-19. Sebab pemahaman masyarakat yang kurang terkait gejala delirium membuat mayoritas pasien delirium tak terdeteksi. Padahal, delirium biasanya terjadi pada pasien Covid–19 yang mengalami perburukan.

Kasus Covid-19 di Indonesia bulan Desember melonjak. Berdasarkan laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, dengan penambahan kasus baru 6.310 orang., Jumat 11 Desember 2020, jumlah total kasus Covid-19 605.243 orang. Kasus yang di nyatakan sembuh 496.886 orang dan 18.511 orang meninggal.

Mengacu pada permodelan yang dibuat tim Oxford University, penambahan kasus harian di Indonesia saat ini melonjak dengan estimasi tertinggi 66.000 dan terendah 58.000 kasus per hari. Itu berarti, jumlah kasus ditemukan melalui pemeriksaan sepersepuluh dari yang terjadi. Salah satu gejala pada pasien Covid -19 adalah delirium. Karena gejala delirium itu tidak spesifik dan biasa dialami usia lanjut, warga menjadi abai pada hal, delirium bisa jadi pertanda perburukan Covid-19. Pada penderita delirium, terjadi gangguan peredaran oksigen ke otak sehingga pasokan darah ke otak terganggu. Orang usia lanjut mengalami penurunan daya tahan tubuh dan.gangguan sistem metabolik  disertai penyakit penyerta sering mengalami delirium. Keluarga dan tenaga medis yang merawat pasien Covid-19 harus mengenal delirium.

“Kita perlu waspada, terutama dalam situasi pandemi seperti saat ini, karena seseorang yang menunjukkan tanda-tanda kebingungan mungkin merupakan indikasi adanya infeksi Virus Corona,” Javier menambahkan.

Penulis dr. Mulyadi Tedjapranata

Editor : Wawan

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *