Satusuaraexpress.co – Banyak kalangan menyesalkan, terjadinya aksi demo secara estafet hingga berujung ricuh dalam penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja 2020. Mereka juga menyesalkan sikap pemerintah yang arogan. Bahkan, mereka menuding pemerintah dan DPRI-RI biang keladi munculnya aksi demo dan berujung pada penangkapan aktivis KAMI Jumhur dan Syahganda.
Menyikapi persoalan itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelora, Fahri Hamzah merasa prihatin. Sebab, kericuhan itu tidak bakal terjadi, apabila pemerintah mau mendengarkan aspirasi para pendemo. Sehingga tidak berujung pada kerusuhan dan penangkapan. Seperti penangkapan dua aktivis yaitu Jumhur dan Syahganda yang merupakan jebolan ITB.
“Kalau penguasa mau mendengar, Jumhur dan Syahganda jangan ditangkap. Mereka adalah alumni ITB yang idealis. Saya kenal keduanya sudah sejak 30 tahun lalu. Mereka adalah teman berdebat Yang berkwalitas. Mereka dl korban rezim orba yg otoriter. Kok rezim ini juga mengorbankan mereka?,” tulis Fahri dikutip redaksi dari akun facebook miliknya, Kamis(15/10/2020)
“Dulu saya menentang teori “crime control” dalam pemberantasan korupsi yang dianut KPK sebab saya khawatir ini akan jadi mazhab penegakan hukum di negara kita. Saya bersyukur melihat KPK kembali ke jalan hukum. Tapi sedih dengan ideologi lama itu di prektekkan penegak hukum lain,” sambungnya
Lanjut Fahri mengatakan, inti dari “crime control” adalah penegakan hukum yang mendorong “tujuan menghalalkan cara” atau “end justifies the means”. Penegak hukum menganggap menangkap orang tak bersalah agar tercipta suasana terkendali. Padahal kedamaian dan ketertiban adalah akibat dari keadilan.
“Kalau melihat abjad dari kriminalitasnya, yang harus ditangkap duluan ya orang-orang yang terekam CCTV itu sebagai perusuh. Bukan kritikus Yang berjasa bagi demokrasi. Kalau kritik mereka dianggap memicu kerusuhan, kenapa tidak tangkap 575 anggota DPR yang bikin UU berbagai versi yang kemudian bikin rusuh?,” tandasnya.
Fahri juga menyinggung tudingan kepada Susilo Bambang Yudhoyono(SBY) yang dinilai tak ada etika.
“Hukum tidak boleh menyasar para pengritik sementara perusuh dan vandalime belum diselesaikan. Apalagi menuduh mantan presiden segala. Sungguh suatu tindakan yang sembrono dan tidak punya etika. Mau apa sih kita ini? Mau adu domba siapa lagi? Mau ngerusak bangsakah kita?,” tandasnya.