Satusuaraexpres.co | Tangerang – Miris apa yang sudah dilakukan oleh PT Dinasty Insan Mandiri dan atau PT Tulus Widodo Putra, Yang berdomisili di Tangerang, Banten, Widya Andeshca selaku Direktur kedua PT tersebut, malah bertolak belakang dengan apa yang diagung – agungkan negara bahwa Pekerja Migran adalah pahlawan devisa negara, justru Widya Andeshca selaku direktur menjegal niat mulia 150 orang siswa Calon Pekerja Migran.
Konflik antara Yayasan Ria Asteria Mahawidia, Infinity Training Canter, dan 101 calon PMI dengan Direktur PT Dinasty Insan Mandiri, dan atau PT Tulus Widodo, Widya Andescha belum membuahkan hasil alias menemukan jalan buntu (deadlock).
Mediasi gugatan perdata selama delapan pekan, gagal dilakukan. Kasus ini pun dilanjutkan ke Meja Hijau.
Kuasa Hukum Penggugat, Suriantama Nasution mengatakan, mediasi perbuatan melawan hukum kemarin Kamis (1/7/2024) berlangsung singkat. Yakni sekitar 35 menit, terhitung mulai pukul 13.00 WIB.
Rian menilai, mediasi gagal dilakukan lantaran pihak tergugat tak serius. Buktinya, pihak tergugat tak memiliki iktikad baik untuk memecahkan polemik yang ada. Tergugat principal lima kali berturut-turut tak hadir.
“Jadi apa yang ada didalam mediasi ke tujuh ini kita sepakat untuk tidak sepakat apa maksudnya. ? Jadi proses upaya hukum persidangan ini akan dilaksanakan dan dilanjutkan apa yang menjadi latar belakang. Nah, ini perlu di telaah kalau kita melihat Perma No. 1 Tahun 2019 mediasi itu dasarnya iktikad baik. Maka iktikad baik itu, suatu yang abstrak dan akan kentara (jelas) dalam setiap proses mediasinya,” ungkap Suriantama Nasution kepada wartawan.
Rian mengatakan, bahwa diduga ada unsur kesengajaan untuk mengulur waktu dan tidak ada itikad baik dari pihak tergugat, dengan janji-janji palsunya, hingga proses sidang mediasi membutuhkan waktu yang panjang hingga memakan biaya yang lumayan ekstra.
“Mediasi pertama, ketidakhadiran dari principal tergugat. Mediasi kedua, principal tergugat hadir, dan berikutnya ketidakadahadiran principal tergugat. Nah ini yang kita maksud disini adalah sebut saja namanya Widya Andescha,” jelasnya.
Apa yang sebetulnya yang sudah di sepakati di awal, menurut Rian, maka dengan apa yang disampaikan ini menjadi sesuatu yang relatif tidak bisa di pertanggungjawabkan.
“Diawal dinyatakan tunggu sebentar saya upayakan, berikutnya tunggu sebentar saya akan jual aset, lalu berikutnya lagi tunggu sebentar karena saya masih di luar kota. Sampai hari ini tunggunya tunggu-tunggu terus,” sindirnya.
“Nah maka pertanyaan berikutnya kalau kita bicara Perma Nomor 1 tahun 2019, apakah ada di sana itikad baik? kita sangkakan tidak ada itikad baik,” sambungnya.
Rian menyebutkan, apa yang terjadi dalam proses mediasi adalah sesuatu yang memang tidak bisa dituangkan.
Tetapi kalau kita boleh menganalogikakan, menilustrasikan ketika ada kuasa dari prinsipal, bahwa ini kuasa hukum jika
ketidakmampuan dalam analisis satu perkara dan untuk melakukan upaya digging informasi, ini perlu dipertanyakan kredibilitas.
Kemudian, apakah memang ini adalah cara-cara untuk berusaha mengelabui dari jiwa mediasi itu sendiri? atau itikad baik.?
“Nah, jadi kami yakin yang satu ini itikad baiknya kami tidak melihat,” sebutnya.
Sementara poin kedua, pihaknya sedikit menyinggung tentang bagaimana Al-Qur’an menyebutkan bahwa Allah dalam firmanya yang salah satunya dengan sirah cerita terdahulunya.
“Ceritanya dulu itu ada, ini seorang Widya Andescha sebagai subjek hukum orang itu pernah melakukan sebuah kesepakatan, pernyataan, perjanjian, ditanda tangani, dan kita diundang ke kantornya, kita tanda tangan semua. Grup Infinity, baik itu yayasannya, LPK-nya, dan siswanya, tapi kenyataannya sampai hari ini pun tidak terjadi. Jadi ini poin kedua ketika kita mencoba memperhatikan itikad baik,” paparnya.
Poin ketiga, pihaknya melihat adalah dari proses dan panjangnya mediasi, bahwa tidak ada konsep yang mengerucut. Ini tentunya menyebabkan biaya hukum itu menjadi biaya mahal. Sedangkan pihaknya punya asasnya adalah murah cepat.
“Nah, ini bertentangan. Jadi kita sekali lagi bersepakat atau tidak sepakat.
Lalu pada hari ini, kami tim kuasa hukum dan juga prinsipal itu sudah menyerahkan ini laporan dari pencairan untuk deposit yang di CI kan kepada Kementerian Tenaga Kerja atas operatornya adalah BPPMI dan berikut rinciannya,” ujarnya.
Lalu kenapa pihaknya harus sampaikan? karena setiap perusahaan PJTKI itu, seperti PT Tulus Widodo Putra dan PT Dinasty Insan Mandiri ini telah mendepositkan uangnya dan setidaknya untuk satu perusahaan itu senilai Rp1,5 miliar dengan CI Kemenaker.
“Ini tentunya adalah syarat, tetapi berikutnya adalah pengaman (buffer) apabila terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan terhadap migran dan inilah kejadiannya. Ini adalah resiko yang harus ditanggung dari dua usaha PJTKI ini, baik itu PT Tulus Widodo Putra dan PT Dinasty Insan Mandiri,” ujarnya.
Maka dalam hal ini, pihaknya juga dalam kesempatan pasca mediasi ini menyampaikan surat terbuka kepada regulator yakni Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia, dan operator dari BP2MI, serta Presiden Joko Widodo.
“Kepada yang terhormat, Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia, wabil khusus Ibu Fauzia, untuk mampu melihat, untuk mampu menyimak ini, dan mampu memberikan penyelesaian dan kepastian hukum kepada para migran. Kami mewakili 101, bahkan hari ini terus bertambah dari 101, yang akhirnya kurang lebih hari ini ada 150 migran yang telah ‘dibohongi’,” ucapnya.
“Ini adalah sangkaan karena apa yang dibayarkan tidak bisa diterima dengan apa yang seharusnya diberikan yaitu oleh Widya Andesca dengan mengatasnamakan PT Tulus Widodo Putra dan PT Dinasty Insan Mandiri sebagai direktur disini,” sambungnya.
Adapun, pihaknya memohon dan berikan pernyataan surat terbuka ini sangat tegas sekali. Terutama kepada operator dari BP2MI yang saat ini dipimpin oleh Benny Ramdhani.
Selain itu, di beberapa hashtag yang Benny Ramdhani sampaikan bahwa pihak dari BP2MI akan menyikat sindikatnya.
“Ini apalagi nih beda lagi teknik sindikatnya, jadi pak tolong perhatikan ini, turun ke bawah, kalau kemarin baru bilang BPPU, ini lebih jahat dari itu, ini memiskinkan bangsa, tentunya karena BP2MI ini bertanggung jawab langsung,” pintanya.
Bahkan, pihaknya pun merasa sedih atas perkara ini dan paham betul serta ini hanya ada di dalam cerita dongeng saja.
“Kita bisa lihat di sini, ada teman-teman muslim maupun non muslim yang saat ini terus mencari, dan meminta keadilan,” ucapnya.
Menurut pandanganya, bahwa yang terjadi sebetulnya dalam upaya hukum ini pihaknya membagi setidaknya dua kaedah besar perdata dan pidana serta perlu di pahami dengan segala apapun perbuatan itu akan berakhir pada kita.
“Sekali lagi, bahwa kami sama sekali tidak melihat iktikad baik dalam proses mediasi ini. Itu yang kami lihat, dengar, dan rasakan,” kecewanya.
Berikutnya, Rian menyampaikan soal apakah ini juga menjadi proses yang kata orang berpikir, saya pasang badan saja.?
Sebetulnya perlu dijelaskan, coba kita perhatikan perilaku sikap yang memang melanggar aturan. Tentunya punya konsekuensi.
“Nah, kalau orang melakukan proses ini, apakah orang ini memiliki konsekuensi ? setidaknya untuk indikasi sebuah kegiatan yang disangkakan misalkan tindak pidana.
Jadi, ada yang merasa tertipu, uangnya digelapkan, dan kita mengkalkulasi sampai saat ini ada sekitar Rp3 miliar,” katanya.
“Ini bukan jumlah yang kecil, tapi ini luar biasa buat teman-teman lingkaran kita.
Jadi kalaupun mau pasang badan itu hak- hak konstitusi dari seorang. Tapi di sisi lain, apa yang telah dipastikan atas nama PT Tulus Widodo Putra dan Dinasty Insan Mandiri, ini harusnya tadi bisa dicairkan, karena pada kondisi dimana sudah adanya perbuatan lawan hukum,” sambungnya.
Rian menambahkan, kenapa tadi pihaknya buatkan surat terbuka? karena dirinya pun melihat ke arah sana, bahwa kalaupun proses pidananya akan tetap berlanjut.
“Jadi ada konsep yang bersinergi antara perdata dan pidana, tetapi tentunya berujung di pidana,” tandasnya.
*Ketidakhadiran Widya Andescha di Final Mediasi*
Kendati demikian, Kuasa Hukum Widya Andescha, Aditya Linardo Putra yang juga didampingi kuasa tambahan, Beni Immanuel mengatakan bahwa kliennya sedang kurang sehat.
“Lagi kurang sehat, dan sudah dikuasakan juga sih untuk mediasi ini,” ucap Adit saat dimintai keterangan oleh ifakta.co di lokasi.
Adit menambahkan, bahwa mediasi tersebut gagal sehingga lanjut ke materi dan menunggu relasi panggilan dari pengadilan.
“Penyampaiannya, kalau misalnya bisa mencapai perdamaian ya lebih bagus, tapi kan kita juga gak bisa perdamaian itu kan butuh proses. Ya kalau satu pihak yang menyepakati proses itukan gabisa juga ya harus kedua belah pihak sama-sama sepakat,” ungkapnya.
“Sebenarnya kan batas waktu mediasinya kan sudah lewat juga, penggugat dan tergugat serta para pihak sudah bersepakat bahwa hari ini kami sepakat untuk tidak bersepakat dalam mengakhiri mediasi ini,” tutupnya.
(ddg)