Lebak, Satusuaraexpress.co – Proses hukum dugaan penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) dan belanja tidak terduga (BTT) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lebak Tahun Anggaran 2021 belum berlanjut di Kepolisian Resor (Polres) Lebak .
Lantaran Polres belum mendapatkan hasil Penghitungan Kerugian Negara (PKN). Kasus dugaan penyelewengan dana bansos ini sudah berproses di Polres Lebak sejak Maret hingga April 2022 lalu.
Sementara Kepala Dinas Sosial Kabupaten Lebak, Eka Dharmana Putra memastikan, pejabat terkait yang terlibat dalam persoalan ini sudah diberhentikan dari jabatan dan kedinasannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dari awal tahun ini.
Hingga saat ini proses hukum dalam perkara ini masih pada tahap pemeriksaan beberapa pihak dan pengumpulan informasi.
Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi (Kanit Tipikor) Polres Lebak, Ipda Putu Ari Sanjaya Putra mengungkapkan, penetapan tersangka masih menunggu hasil audit Penghitungan Kerugian Negara (PKN) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kita sudah melakukan dua kali tahap ekspose pada BPK, setelah itu nanti BPK akan turun melakukan investigasi di lapangan. Setelah investigasi ke lapangan nanti keluarlah PKN,” kata Ari, Selasa (9/8/2022).
Sementara itu saat dikonfirmasi pihak BPK perwakilan Banten mengatakan, hingga kini pihaknya masih memproses permintan PKN yang dilalayangkan oleh penyidik Polres Lebak.
“Memang kami diminta oleh polres lebak tuk PKN, (dan) masih proses kang,” kata staf Humas BPK Banten, Dhenny Septiady, Rabu (21/9/2022).
Di satu sisi, BPK perwakilan Banten berpandangan bahwa hasil PKN merupakan informasi yang dikecualikan atau bersifat rahasia.
“Yang bisa menyampaikan hasilnya hanya APH, polisi atau Kejaksaan yang Meminta PKN dari BPK. Karena itu permintaan dari polisi atau jaksa untuk bahan di persidangan. Tidak untuk umum,” kata Dhenny.
Sebelumnya, BPK Perwakilan Banten menemukan, Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Tidak Terduga Lebak tidak seluruhnya disalurkan kepada penerima. Nilai bantuan ini mencapai ratusan juta rupiah.
Hal itu terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap laporan keuangan Kabupaten Lebak tahun 2021. Kegiatan di atas merupakan bagian dari program berjudul Penanganan Bencana, Kegiatan Perlindungan Korban Bencana Alam dan Sosial kabupaten.
Bantuan ini disalurkan dalam dua tahap. Tahap pertama, dalam anggaran Belanja Bantuan Sosial. Sedangkan tahap kedua bersumber dari anggaran Belanja Tak Terduga (BTT).
Salah satu temuan BPK adalah soal tidak adanya bukti pertanggungjawaban penyaluran tahap pertama. Bahkan, BPK menemukan bahwa pencairan dan penyaluran tahap kedua dilaksanakan tanpa ada pertimbangan atau evaluasi dari tahap pertama.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Lebak, Eka Dharmana Putra memastikan, pejabat terkait yang terlibat dalam persoalan ini sudah diberhentikan dari jabatan dan kedinasannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Sudah sejak enam bulan yang lalu, ET sudah diberhentikan sebagai ASN/PNS, jadi saat ini sudah tidak ada lagi hubungan kedinasan dengan kami,” kata Eka kepada IDN Times, Selasa (9/8/2022).
Dalam laporannya, pencairan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) pada 19 Februari 2021 dan 23 April 2021 telah dilakukan oleh Kabid Penanganan Fakir Miskin, Perlindungan dan Jaminan Sosial selaku KPA dengan cek.
Pencairan Belanja Bansos (tahap 1) dan BTT (tahap II) masing-masing diperuntukkan kepada 51 dan 75 calon penerima sesuai usulan kegiatan.
“Namun berdasarkan hasil LHP Inspektorat Nomor 700/24-LHP.Riksus/ITDA/IX/2021 tanggal 27 September 2021 diketahui bahwa pencairan Belanja Bansos (tahap I) dan BTT (tahap II) tidak disalurkan kepada seluruh calon penerima,” tulis BPK dalam laporannya.
Hal ini sesuai dengan uji petik yang dilaksanakan BPK kepada 7 calon penerima bansos tahap pertama, semuanya tidak pernah menerima bantuan. Sedangkan di tahap kedua, dari 19 calon penerima, diketahui 8 orang menerima bantuan dengan nilai total Rp15 juta. Sedangkan 11 calon penerima lainnya, tidak menerima bantuan.