Satusuaraexpress.co – Beberapa negara di dunia memiliki kebijakan sekolah gratis. Namun, Indonesia justru mau menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk jasa pendidikan alias sekolah. Mengapa ?
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan, sekolah gratis memang menjadi tujuan pemerintah. Maka itu, pihaknya mendorong konsumen yang mampu untuk membayar PPN.
“Sekolah gratis jadi misi kita, betul. Kalau gratis nggak ada PPN-nya, kan gitu sebenarnya. Makanya kita mendorong dari sisi konsumennya, yang mengonsumsi orang mampu, memanfaatkan jasa pendidikan, termasuk pendidikan non sekolah dimanfaatkan tadi ya itu dikenai PPN, mungkin dengan tarif yang lebih rendah,” katanya dikutip dari detikcom, Kamis (10/6/2021).
Dia mengatakan, sepengetahuannya, pendidikan yang sifatnya premium di luar negeri tidak ada yang gratis. Sementara, di Indonesia pendidikan gratis sudah sampai SMA.
Ia menambahkan, jika masyarakat yang mampu ini dipajaki maka uangnya bisa untuk mendorong pendidikan gratis yang lebih luas.
“Ini menurut saya tidak ada hubungannya dengan pendidikan gratis, kalau di luar negeri pun setahu saya pendidikan premium tidak gratis, tapi yang standar gratis. Kita kan pendidikan gratis sampai dengan SMA katakanlah wajib belajar 12 tahun ya udah nggak ada PPN-nya berarti, karena nol,” katanya.
“Justru yang premium bisa dipajaki otomatis uangnya bisa mengompensasi supaya pendidikan gratis bisa semakin luas,” tambahnya.
Dia mengatakan, rencana pengenaan PPN untuk jasa pendidikan bakal lebih menyasar pada sekolah yang profit oriented yang mana jasanya dimanfaatkan orang mampu.
“Jadi profit oriented dan konsumsi oleh kelompok masyarakat mampu, lebih fair kalau dikenai PPN. Bahwa nanti tarifnya itu, itu bisa dibuat skema, kan kita punya ruang multi tarif sekarang bisa 5%, tidak 10 tidak 12, tapi 5%. Atau mungkin untuk yang kelompok lebih rendah bisa dengan nilai lain yang 1%. Saya rasa ruang itu disediakan,” paparnya. (*)