Jakarta menyimpan banyak banyak cerita. Salah satunya keberadaan nama jalan dengan gelar haji. Bahkan tak banyak digunakan untuk nama stasiun. Jalan-jalan dengan gelar haji itu mudah dijumpai di kawqsan Gandaria Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan.
Misalnya saja, ada Haji Nawi, Haji Syahrin, Haji Zainudin, Haji Pentul, Haji Raya dan Haji Salim. Pengguna kendaraan yang melintas jalan Fatmawati menuju Cipete atau sebaliknya akan menjumpai ‘Stasiun MRT Haji Nawi’. Dimana nama Haji Nawi terpampang di bagian atas lorong.
Ternyata, nama-nama jalan itu berasal dari nama orang yang berpengaruh pada masanya, terutama Haji Nawi. Mereka bukan orang biasa melainkan tuan tanah kaya. Orang-orang yang diabadikan menjadi jalan itu merupakan keturunan dari Bek Jahran, seorang kepala Kampung asal Cirebon yang tinggal lama di Gandaria.
Salah satu keturunan ketiga Haji Syahrin bernama Haji Gozali. Dibuatnya Haji Syahrin sebagai nama jalan lantaran daerah itu merupakan tanah miliknya. “Haji Syahrin itu ayahnya kakek saya. Enggak ada musyawarah waktu itu, udah bikin aja nama jalan Haji Syahrin,” kata Haji Gozali.
Tidak hanya Haji Syahrin ayah Gozali bernama Haji Mushonif juga dijadikan nama sebuah gang. Ada juga Jalan yang sangat terkenal bernama Haji Nawi. Bahkan nama jalan itu kini dijadikan nama salah satu Stasiun MRT.
Saking terkenalnya, nama Jalan Haji Nawi tidak hanya satu. Saat menelusuri kawasan Gandaria Selatan ditemukan Jalan Haji Nawi Raya, Jalan Haji Nawi Dalam, Jalan Haji Nawi I, Jalan Haji Nawi II, dan Jalan Haji Dalam II.
Keturunan dari saudara Haji Nawi Abdussalam,74; dan Abdullah, keturunan langsung dari Haji Nawi mengusulkan nama Haji Nawi dibuatkan nama jalan. Nama jalan itu, dibuat sebagai tanda penghormatan dari keturunannya.
“Karena Haji Nawi termasuk orang yang dihormati, oleh cicit-cicitnya ingin mengabadikan nama beliau. Saya dengan pak Haji Abdullah menamakan HajinNawi sebagai nama jalan. Sebelum tahun 1970-an, sebagai penghormatan,” ungkapnya.
Anak Haji Nawi juga diabadikan sebagai nama jalan. Ketiga anaknya yakni Haji Zainudin, Haji Pentul, dan Haji Raya. Ketiganya juga merupakan tuan tanah kaya yang dihormati warga Gandaria. Mereka juga yang menjaga wilayah tersebut dari pengaruh buruk.
Kisah kala Kampung Gandaria tidak pernah ada hiburan seperti layar tancap atau dangdutan diceritakan oleh Muhyiddin Ishaq,61. Ia berkata, waktu itu pernah ada warga yang hendak menggelar hajatan. Namun, hal itu dilarang secara baik-baik oleh Haji Pentul. Tapi Haji Pentul mengganti uang muka untuk orkes dangdut itu.
Ketika hendak tampil, rombingan orkes dihentikan oleh Haji Pentul di ujung jalan. Haji Pentul mengganti pembayaran yant belum lunas dan meminta group dangdut itu pulang tanpa tampil. “Si orkes dangdut enak dibayat penuh tanpa harus manggung. Si tuan rumah yang ngasih voorschot (uang muka) diganti dama Haji Pentul. Jadi, di kampung sini belum ada hiburan,” katanya.
Menurut Muhyiddin, larangan itu agar menjauhkan warga dari pengaruh buruk yang bisa saja mengarah ke minuman keras. “Yang rugi ya Haji Pentul karena mengeluarkan uang. Tapi yang penting warga tidak terpengaruh dengan anasir-anasir (buruk) luar,” ujarnya.
Meski begitu, tidak semua jalan menggunakan gelar haji. Seperti Jalan Madrasah karena ada madrasah. Begitulah silsilah nama jalan yang berada di wilayah Gandaria Selatan, Jakarta Selatan. (CR)