Jakarta, Satusuaraexpress.co – Pengumuman bagi masyarakat yang hendak membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Pihak Manajemen BPJS Kesehatan menyamapiakan bahwa syarat penerbitan SKCK harus ikut sebagai peserta BPJS.
Namun, sebelum diterapkan aturan ini akan dilakukan pengujian terlebih dahulu di 12 lokasi.
Adapun 12 lokasi tersebut diantaranya; wilayah Polda Papua Barat meliputi Polres Kabupaten Sorong dan Polsek Aimas, Polda Bali meliputi Polresta Denpasar dan Polsek Denpasar Selatan, Polda Sulawesi Selatan meliputi Polrestabes Makassar dan Polsek Rappocini.
Selain itu, Polda Kalimantan Timur meliputi Polresta Balikpapan dan Polsek Balikpapan Selatan, serta Polda Jawa Tengah meliputi Polrestabes Semarang dan Polsek Pedurungan, terakhir di Polda Kepulauan Riau yang meliputi Polresta Balerang dan Polsek Batu Aji.
Rincian Tarif BPJS Kesehatan
Rincian iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri diatur dalam Pasal 34 Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Perpres tersebut memerinci tarif iuran BPJS Kesehatan dalam tiga kelas yakni Kelas III: Rp35.000, Kelas II: Rp100.000, dan Kelas I: Rp150.000.
Setiap peserta mandiri berhak memilih tarif sesuai dengan kemampuan keuangan masing-masing. Namun, aturan KRIS tidak lagi mematok fasilitas rawat inap BPJS Kesehatan berdasarkan kelas yakni kelas I, kelas II, dan kelas III. Peserta diberi keleluasaan menentukan tarif yang harus dibayarkan masing-masing sesuai dengan gaji atau kemampuan keuangan.
Kendati terdapat perbedaan tarif, Kementerian Kesehatan mewacanakan penggantian kelas perawatan pada Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Dengan demikian tidak akan ada lagi pengelompokan kamar kelas I, II, dan III jika seorang pasien harus dirawat di rumah sakit. Keputusan mengenai KRIS akan diterapkan mulai 2023 ini dengan standarisasi ruang rawat inap kelas III pada tiap – tiap rumah sakit rujukan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan KRIS merupakan perwujudan dari sistem kesehatan sosial yang seharusnya diterapkan oleh BPJS.
Sistem ini tidak akan mendiskriminasi pesertanya berdasarkan kelas ekonomi sehingga baik orang kaya maupun orang miskin mendapatkan hak layanan yang sama. BPJS Kesehatan juga merupakan hak yang dapat diakses oleh 275 juta rakyat Indonesia.
Menyikapi hal ini, Anggota BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan kelas rawat inap yang selama ini diterapkan oleh pemerintah.
Dalam keterangan resminya, Timboel menyebut menurut Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 memang ada kebijakan pelayanan kesehatan berdasarkan kelas perawatan I, II, dan III. Kelas-kelas tersebut tidak membedakan pelayanan medis, namun memang ada perbedaan ruang perawatan yang merupakan jenis pelayanan non-medis.
Alih-alih mengubah sistem kelas menjadi KRIS, pekerjaan rumah lebih penting dalam memperbaiki sistem BPJS Kesehatan adalah dengan pemerataan layanan.
Berdasarkan pengalaman Timboel dalam menangani kasus-kasus BPJS Kesehatan, selama ini masih ada pasien yang sulit mendapatkan kamar dengan jaminan BPJS. Akibatnya, dia terpaksa menjadi pasien umum dengan biaya yang lebih mahal. Kasus lain adalah pasien yang dipulangkan dalam kondisi belum layak atau yang harus menebus obat sendiri.