Jakarta, Satusuaraexpress.co – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim, baru saja mengeluarkan lima permendikbud mengenai landasan penerapan kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka.
Dalam praktiknya, Nadiem mengatakan bahwa inovasi dan kreativitas perguruan tinggi sangat penting dalam menjalankan kebijakan Kampus Merdeka.
Di Jakarta, salah satu universitas swasta mengklaim telah menerapkan konsep Kampus Merdeka sejak lama, jauh sebelum kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Menteri Nadiem.
“Di kampus Budi Luhur, mahasiswa merdeka untuk memilih kuliah sesuai hobi. Tentunya hal tersebut ditopang dengan kurikulum yang merdeka juga. Sehingga mahasiswa dapat memiliki banyak keahlian di luar jurusan yang ia pilih,” kata Rektor Universitas Budi Luhur, Wendi Usino, M.Sc., MM dalam siaran pers.
Tak hanya itu, Wendi juga mengatakan bahwa kebebasan memilih jadwal kuliah dapat disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa.
“Proses belajar juga dapat ditentukan oleh si mahasiswa sendiri. Kampus yang menerapkan blended learning ini memberikan kemudahan belajar bagi para mahasiswanya. Jadi, dimanapun, kapanpun, dan dalam kondisi apapun mereka tidak ketinggalan pelajaran,” tambahnya.
Di sisi lain, skripsi atau tugas akhir di kampus kerap menjadi momok menakutkan bagi mahasiswa tingkat akhir. Sama seperti pelajar sekolah menengah yang dibuat pusing oleh Ujian Nasional, mahasiswa juga cenderung memiliki tendensi negatif terhadap skripsi.
Melalui konsep Kampus Merdeka, diharapkan mahasiswa dapat memilih untuk mengambil atau tidak mengambil skripsi sebagai syarat lulus dan menggantinya dengan tugas magang atau mata kuliah tambahan.
“Ada lulus dengan alternative skripsi, sehingga mahasiswa tidak terlalu terbebani oleh syarat kelulusan yang berupa pembuatan skripsi. Kurikulum lintas prodi yang dapat diambil oleh mahasiswa ditawarkan sebagai paket kompetensi yang dapat mereka pilih nantinya,” tutup Wendi.