Satusuaraexpress.co – Kementerian Keuangan mengumumkan, per akhir Februari 2022, posisi utang pemerintah sebesar Rp 7.014,58 triliun atau setara 40,17% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Berdasarkan laporan APBN Kita edisi Maret 2022, terjadi peningkatan total utang pemerintah seiring dengan penerbitan surat berharga negara (SBN) dan penarikan pinjaman pada bulan Februari 2022.
“Penarikan pinjaman dan penerbitan SBN ini digunakan untuk menutup pembiayaan APBN. […] Posisi utang terjaga dalam batas aman dan wajar, serta terkendali,” tulis laporan APBN Kita edisi Maret, dikutip Rabu (30/3/2022).
Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 87,88% dari seluruh komposisi utang per akhir Februari 2022. Atau sebesar Rp 6.164,2 triliun. Berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh rupiah yakni 70,07%.
Adapun kepemilikan SBN oleh investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57%, hingga akhir tahun 2021 yang mencapai 19,05%, dan per 15 Maret 2022 mencapai 18,15%.
SBN dalam mata uang rupiah mencapai Rp4.901,66 triliun, sementara dalam valuta asing Rp1.262,53 triliun. Keduanya diterbitkan dalam bentuk surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
“Penurunan kepemilikan SBN oleh asing terjadi diantaranya akibat ketegangan global serta volatilitas pasar. Namun dengan strategi memperluas pasar domestik untuk pasar SBN, dampak penurunan kepemilikan SBN oleh asing diprediksi tidak terlalu signifikan,” tulis Kemenkeu.
Sementara itu, komposisi utang pinjaman dari pinjaman tercatat hanya 12,12% atau senilai Rp850,38 triliun. Angka itu terdiri atas pinjaman dalam negeri Rp13,27 triliun dan pinjaman luar negeri Rp837,11 triliun.
Kemenkeu juga menyebut bahwa perluasan pasar domestik juga melindungi diri dari fluktuasi kurs dan pasar, serta yang terpenting menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengoptimalkan sumber pembiayaan domestik.
“Meski masih diliputi ketidakpastian, pemulihan ekonomi di tahun 2022 diperkirakan akan terus berlanjut. Defisit APBN 2022 yang terus menurun dibandingkan target defisit tahun 2020 dan 2021 menunjukkan upaya Pemerintah untuk kembali bertahap menuju defisit di bawah 3% terhadap PDB,” jelas Kemenkeu.
Pemerintah menegaskan, akan terus menjaga rasio utang, utamanya dengan mengedepankan pemanfaatan pembiayaan non utang, seperti optimalisasi pemanfaatan SAL sebagai buffer fiskal, serta implementasi SKB III dengan Bank Indonesia.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah, kata Kemenkeu adalah melalui pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pembiayaan Infrastruktur dengan mengedepankan Kerjasama (partnership) berdasarkan konsep pembagian risiko yang fair.
“Instrumen dari pembiayaan kreatif ini terdiri atas PPP atau KPBU, Blended Financing serta SDG Indonesia One,” tulis Kemenkeu.