Satusuaraexpress.co – Kasus masyarakat yang terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal di Indonesia seakan tidak pernah ada habisnya. Pengalaman kasus yang ada seakan tidak langsung dijadikan pelajaran bagi yang melihatnya.
Kasus tentang masyarakat yang terjerat pinjol ilegal bermacam-macam. Salah satunya membuat seorang ibu di Wonogiri, Jawa Tengah, bunuh diri dengan cara gantung diri karena diteror akibat terlilit utang.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri membeberkan cara kerja pinjol ilegal. Berdasarkan laporan dari masyarakat, ada yang meminjam uang Rp 1 juta tapi hanya menerima Rp 600 ribu.
“Di mana yang bersangkutan menyatakan bahwa apabila melakukan pinjaman sebanyak Rp 1 juta, yang akan ia terima sebanyak Rp 600 ribu dengan potongan 40% sebesar Rp 400 ribu, dengan rincian biaya layanan sebesar Rp 393 ribu dan bunga pinjaman Rp 7.000,” ujar Dirtipideksus Bareskrim Brigjen Helmy Santika dikutip dari detikcom
Jangka waktu pelunasan sangat singkat tidak sesuai kesepakatan. Pinjol ilegal juga selalu meminta akses semua data di ponsel seperti kontak, foto, dan video yang akan digunakan untuk meneror peminjam saat gagal bayar.
Pinjol ilegal juga melakukan penagihan tidak beretika berupa teror, intimidasi dan pelecehan. Ciri-ciri pinjol ilegal lainnya tidak memiliki layanan pengaduan dan identitas kantor yang jelas.
Penderitaan akibat pinjol tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang meminjam uang. Pekerjanya juga ‘menderita’ dengan gaji yang dianggap tidak sesuai setelah bekerja rodi hampir 11 jam per hari.
Seperti yang dialami oleh Ade Afifah (22), pekerja di kantor PT Indo Tekno Nusantara, perusahaan collector pinjol yang berlokasi di Rukan Crwon Green Lake City, Cipondoh, Tangerang. Jam kerja dan upah yang diterima Ade Afifah ini diungkap oleh ibundanya, Liswati.
“Anak saya nangis juga terkait jam kerjanya, kata dia kerja dari pukul 08.30 WIB sampai pukul 19.00 WIB tapi kok aku gajian segini doang,” kata Liswati di Tangerang, Kamis (15/10/2021).
Menurut Liswati, anaknya yang bekerja menelepon nasabah pinjol itu digaji Rp 1,4 juta per bulan. Setiap bulan ia tidak bisa menyisihkan uang karena hampir separuh gajinya habis untuk bayar kontrakan sebesar Rp 800 ribu.
“Nggak bisa bayar kontrakan rumah. Saya minta untuk sabar, eh dilanjut sama dia kerjanya sampai sekarang,” ujarnya.
Liswati mengatakan anaknya menerima bekerja di perusahaan pinjol walau upah di bawah UMR karena sudah menganggur sejak Lebaran Idul Fitri lalu. Ade Afifah sendiri bekerja sejak 7 September 2021.
Liswati mengaku dialah yang mencarikan pekerjaan untuk anaknya. Sebelumnya, Ade Afifah ingin bekerja di Bekasi tapi tidak diizinkan Liswati.
“Saya pagi-pagi cari lowongan pekerjaan awalnya di sini tutup. Setelahnya, ada yang mengabarkan lagi udah buka terus daftar di sini sebagai telemarketing. Di-training dulu sebelum bekerja di sini,” tambah Liswati.
Sebelumnya, Liswati datang ke kantor ITN saat digerebek polisi pada Kamis (14/10). Liswati menangis karena khawatir anaknya ditahan polisi.
“Anak saya nelepon dari pagi katanya di kantornya ada polisi. Saya udah kalang kabut dari pagi saya nangis,” katanya. (*)