Ada Laporan 37 Kasus Vaksin Covid 19 AstraZeneca, Jadi Polemik

Screenshot 2021 0320 120211

Indonesia sudah kedatangan sebanyak 1,1 juta vaksin AstraZeneca pada 8 Maret 2021 di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang. AstraZeneca merupakan vaksin COVID -19 gratis yang didapatkan pemerintah melalui jalur multilateral COVAX. Sedangkan sebanyak 1,1 juta vaksin ini merupakan kedatangan vaksin tahap pertama dari jalur tersebut.

Setelah tiba di Indonesia, vaksin tersebut langsung diteliti lebih lanjut sebelum akhirnya disuntikan. Vaksin Oxford-AstraZeneca yang dinamai AZD1222. Vaksin COVID -19 yang dikembangkan Oxford University dan AstraZeneca untuk melawan infeksi virus corona.

Polemik sempat muncul setelah sejumlah negara menunda penggunaan vaksin AstraZeneca setelah ditemukan ada laporan 37 kasus penggumpalan darah dari lebih dari 17 juta dosis yang sudah disuntikkan di benua Eropa.29/01/2021 “ European Medicines Agency EMA” mengeluarkan rekomendasi “conditional marketing authorization” untuk vaksin COVID-19. Vaccine AstraZeneca digunakan di kawasan Uni Eropa.

Dalam rekomendasinya disebutkan bahwa hasil gabungan empat uji klinik yang melibatkan lebih dari 24.000 orang yang dilakukan di Inggris,Brazil dan Afrika Selatan menunjukkan bahwa vaksin ini efektif dan aman.
8/02/21 “WHO Strategic of Experts on Immunization (SAGE)juga telah melakukan reviu dan memberikan rekomendasi penggunaan vaksin AstraZeneca. 15/02/21 WHO sudah mengeluarkan “Emergency use of Listing (EUL)” untuk dua versi vaksi AstraZeneca/Oxford COVID-19, yaoitu yang diproduksi oleh AstraZeneca-SKBio (Korea Selatan) dan the Serum Institute of India.

Dalam informasi EUL WHO disebutkan bahwa vaksin AstraZeneca/Oxford ini adalah jenis vectored dan bernama ChAdOx-1S (rekombinan),dengan efikasi 63,09 persen.

Juru Bicara Vaksin COVID -19 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Lucia Rizka Andalusia pun memastikan pihaknya telah mengkaji hasil investigasi atas penggunaan vaksin COVID -19 AstraZeneca. Kajian tersebut dilakukan bersama Komisi Nasional Penilaian Obat, Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), dan The National Immunization Technical Advisory Group (NITAG). Lucia menuturkan, kajian dilakukan berdasarkan laporan kejadian sampingan koagulasi atau penggumpalan darah setelah pemberian vaksin.

Masalah vaksin AstraZeneca haram.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya menyatakan vaksin AstraZeneca haram digunakan lantaran mengandung unsur babi dalam pembuatannya. Sementara itu, terkait vaksin COVID -19 AstraZeneca yang diproduksi oleh SK Bioscience di Kota Andong, Korea Selatan MUI menyatakan boleh digunakan meskipun mengandung tripsin babi.

“Intinya vaksin AstraZeneca mengandung unsur vaksin dari babi, sehingga hukumnya haram. Namun demikian boleh digunakan karena dalam kondisi darurat untuk mencegah bahaya pandemi COVID -19,” jelas Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin Abdul Fatah saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (19/3).

Hasanuddin juga menegaskan, meski pihaknya telah memberi izin, namun izin tersebut akan dicabut saat vaksin merk lain yang hasil kajiannya halal dan suci tiba di Indonesia.

Namun, AstraZeneca Indonesia menyatakan vaksin buatannya tidak mengandung babi dan hewan lain dalam proses pembuatannya. Pernyataan itu sekaligus membantah kabar yang menyebut vaksin AstraZeneca mengandung babi.

“Semua tahapan proses produksi vaksin ini tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya,” demikian pernyataan AstraZeneca dalam keterangan tertulisnya.

Dalam pernyataan itu, vaksin AstraZeneca, disebut merupakan vaksin vektor virus yang tidak mengandung produk yang berasal dari hewan, sebagaimana yang telah dikonfirmasi Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris.
Vaksin ini, menurut AstraZeneca, telah disetujui lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Beberapa diantaranya Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Oman, Mesir, Aljazair dan Maroko.
Tak hanya itu, banyak Dewan Islam di seluruh dunia telah telah menyatakan sikap bahwa vaksin ini diperbolehkan untuk digunakan umat Muslim.

“Vaksin COVID-19 AstraZeneca aman dan efektif dalam mencegah COVID-19. Uji klinis menemukan bahwa vaksin COVID -19 AstraZeneca 100 persen dapat melindungi dari penyakit yang parah, rawat inap dan kematian, lebih dari 22 hari setelah dosis pertama diberikan,” tambahnya.

Penelitian vaksinasi yang dilakukan AstraZeneca berdasarkan model penelitian dunia nyata (real world). Hasil penelitian itu menemukan bahwa satu dosis vaksin mengurangi risiko rawat inap hingga 94 persen di semua kelompok umur, termasuk bagi mereka yang berusia 80 tahun ke atas.
Vaksin ini juga disebut dapat mengurangi tingkat penularan penyakit hingga dua pe rtiga.

Menurut Lucia, berdasarkan hasil pertemuan European Medicine Agency (EMA) pada 18 Maret 2021, vaksin tidak terkait secara keseluruhan dengan risiko pembekuan atau penggumpalan darah. “EMA juga menekankan bahwa tidak ada permasalahan terkait kualitas vaksin COVID -19 AstraZeneca secara menyeluruh ataupun dengan batch tertentu,” kata dia.

Kemudian, BPOM bersama Komnas KIPI dan NITAG membuat beberapa rekomendasi. Antara lain, soal manfaat pemberian vaksin COVID -19 AstraZeneca yang lebih besar dibandingkan risiko yang timbul. Sehingga BPOM menyatakan vaksin tersebut dapat mulai digunakan. Terlebih, dalam informasi produk vaksin telah dicantumkan peringatan kehati-hatian penggunaan vaksin pada orang-orang dengan trombositopenia dan gangguan pembekuan darah.

BPOM juga memastikan bahwa vaksin COVID -19 AstraZeneca yang diterima Indonesia melalui mekanisme COVAX dan diproduksi di Korea Selatan memiliki jaminan mutu sesuai standar persyaratan global untuk cara pembuatan obat yang baik. Oleh karena itu, BPOM bersama Kementerian Kesehatan dan Komnas KIPI juga terus memantau keamanan vaksin yang digunakan di Indonesia dan menindaklanjuti isu setiap kejadian ikutan pasca-imunisasi. Adapun BPOM telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk vaksin COVID -19 AstraZeneca.
“Berdasarkan evaluasi terhadap data khasiat keamanan dan mutu vaksin maka Badan POM telah menerbitkan persetujuan penggunaan pada masa darurat atau EUA pada 22 Februari 2021,” kata dia.

Lucia juga memastikan bahwa pihaknya telah memberikan batas kedaluwarsa selama 6 bulan terhadap penggunaan vaksin COVID-19. Hal tersebut ditetapkan berdasarkan data stabilitas yang biasanya dimiliki oleh industri farmasi produsen vaksin, yakni selama tiga bulan. “Berdasarkan data stabilitas tiga bulan tersebut Badan POM dapat memberikan batas kadaluarsa penggunaan vaksin tersebut selama enam bulan atau 2 kali masa stabilitas,” tuturnya.

Lucia mengatakan, seluruh vaksin COVID -19 yang tersedia dan beredar saat ini merupakan vaksin baru yang proses produksinya juga baru dilakukan. Dengan demikian, maka data-data stabilitas dari vaksin tersebut pun masih sangat terbatas. Pada umumnya, kata dia, data stabilitas yang dimiliki oleh industri farmasi produsen vaksin adalah tiga bulan sehingga patokan itulah yang turut diambil oleh BPOM.

PRAC EMA 18 Maret 2021 menyimpulkan empat hal:
Pertama manfaat pemberian vaksin adalah lebih baik dari kemungkinan risiko efek samping.
Ke dua, vaksin ini tidak berhububgan dengan peningkatan secara umum risiko terjadinya masalah bekuan darah (kejadian tromboembolik) pada mereka yang di vaksin.
Ke tiga , tidak ada bukti adanya masalah yang berhubunbgan dengan batch vaksin tertentu atau dengan tempat produksi tertentu.
Ke empat, vaksin ini mungkin berhubungan dengan kejadian yang amat jarang terjadinya bekuan darah yang berhubungan dengan trombositopenia dengan atau tanpa perdarahan.

EMA menyatakan vaksin AstraZeneca adalah aman dan efektif. Direktur Jenderal WHO pada 12 Maret 2021 yang lalu menyampaikan bahwa lebih 335 juta dosis vaksin dari berbagai merk sudah diberikan di dunia, dan tidak ada satupun kematian yang terjadi akibat vaksinasi COVID-19. Artinya Vaksin COVID-19 memang aman. 19 Maret 2021 “Global Advisory Committee on Vaccine Safety juga membuat beberapa rekomendasi dan pada dasarnya vaksin AstraZeneca untuk diteruskan.

Kesimpulan
Guna mewujutkan herd immunity,maka perlu dilakukan vaksinasi kepada masyarakat secara bertahap. Dalam kondisi darurat syari, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya atau risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi COVID-19. Kemudian, ketersediaan vaksin COVID-19 yang halal dan suci, tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19 guna mewujudkan herd immunity.

Ada jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah sesuai dengan penjelasan yang disampaikan pada saat rapat komisi fatwa. Alasan terakhir yakni pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin COVID-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia baik di Indonesia maupun di tingkat global.

AstraZeneca Indonesia menyatakan vaksin buatannya tidak mengandung babi dan hewan lain dalam proses pembuatannya.

Pernyataan itu sekaligus membantah kabar yang menyebut vaksin AstraZeneca mengandung babi.
EMA menyatakan vaksin AstraZeneca adalah aman dan efektif dan Global Advisory Committee on Vaccine Safety juga membuat rekomendasi bahwa VaksinAstraZeneca layak digunakan .

Adapun BPOM telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk vaksin COVID -19 AstraZeneca.

Penulis : dr. Mulyadi Tedjapranata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *