Publik Perlu Mendapatkan Kejelasan Terkait Insiden Penembakan Laskar FPI

IMG 20201210 000416
Foto: Riski Syah Putra Nasution, S.H. Seorang Praktisi Hukum.

Penulis Opini: Riski Syah Putra Nasution, S.H

satusuaraepxress.co – Peristiwa dugaan penembakan terhadap 6 anggota Laskar FPI yang terjadi pada Senin (7/12/2020) dini hari masih terus berkembang dan masih menjadi kontroversi hingga saat ini.

Kita mengikuti prosedur hukum yang berlaku sebagaimana tujuan utama penegakan hukum kita yaitu untuk mewujudkan adanya rasa keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dalam masyarakat. Dalam proses tersebut, maka harus mencerminkan aspek kepastian dan ketertiban hukum jelasnya.

Bukankah selama ini Kapolri selalu menyampaikan bahwa Polri menganut asas ‘Salus Populi Suprema Lex Esto’ atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Tindakan terhadap dugaan penembakan atas enam orang anggota FPI dapat dikategorikan sebagai tindakan extra-judicial killing atau pembunuhan di luar putusan Pengadilan. Tindakan seperti ini dilarang keras oleh ketentuan dalam hukum HAM Internasional maupun peraturan perundang undangan National.

Larangan tersebut dimuat di dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, serta International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005. Extra-judicial killing merupakan suatu pelanggaran hak hidup seseorang terangnya.

Hak hidup setiap orang dijamin oleh UUD 1945 dan merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi apapun keadaannya (non-derogable rights). Oleh karenanya, tindakan demikian tidak dapat dibernarkan oleh negara hukum seperti Indonesia.

Tindakan ini juga melanggar hak-hak lain yang dijamin baik oleh UUD 1945, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ataupun ketentuan hukum HAM internasional, seperti hak atas pengadilan yang adil dan berimbang (fair trial).

Bagaimanapun juga nyawa manusia itu yang melayang bukan nyawa hewan, hewan yang mati saja terkadang kita merasa sedih. Hanya orang yang tidak waras yang senang ketika ada manusia yang meninggal secara tidak wajar dan merasa suka cita, kalau tidak suka sama organisasinya tidak masalah, tetapi kalau mendukung pembunuhan, mungkin harus di cek ke psikiater otaknya.

Jika memang ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh enam orang tersebut, seharusnya dapat di proses sebagaimana ketentuan pidana yang berlaku. Akibat terjadinya dugaan Extra-judicial killing mereka tidak akan dapat diadili dengan adil dan berimbang untuk membuktikan tuduhan yang disampaikan kepadanya karena saat ini sudah meninggal dunia.

Publik perlu mendapatkan kejelasan terkait peristiwa yang terjadi, karena adanya perbedaan yang signifikan antara keterangan yang di sampaikan oleh pihak Kepolisian dan FPI.

Semoga saja segera dibentuk Tim Pencari Fakta Independen untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi dalam peristiwa ini pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *