Satusuaraexpress.co – Front Pembela Islam (FPI) menanggapi pemerintah yang melarangnya untuk melakukan segala aktivitas. Pihak FPI mengatakan bahwa hal ini merupakan de Javu alias pengulangan dari rezim yang lalu.
FPI dalam keterangan Pers menyampaikan, bahwa pembubaran ormas sudah pernah terjadi di Era Nasakom, sebagai sasaranmya adalah Ormas atau Parpol yang menentang terhadap rezim Nasakon, terutama Ormas dan Parpol Islam.
“Jadi pelarangan FRONT PEMBELA ISLAM saat ini adalah merupakan DE JAVU alias pengulangan dari Rezim Nasakom yang lalu.” FPI dalam keterangan pers yang dirilis, Rabu, (30/12/2020).
Menurut FPI, keputusan bersama melalui enam Instansi pemerintah ini merupakan pengalihan issue terhadap peristiwa pembunuhan 6 laskar FPI oleh pihak polisi.
“Keputusan Bersama melalui enam Instansi Pemerintah Kami pandang adalah sebagai bentuk pengalihan issue dan obstruction of justice (penghalang-halangan pencarian keadilan) terhadap peristiwa pembunuhan 6 anggota FRONT PEMBELA ISLAM dan bentuk kedzaliman yang nyata terhadap Rakyat sendiri.” ujarnya.
FPI pun mengatakan bahwa keputusan tersebut merupakan pelanggaran terhadap konstitusi Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, Pasal 24 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Putusan Mahkamah Konstitusi 82/PPU-XI/2013.
“Bahwa hak berserikat adalah Hak Asasi Manusia yang hanya boleh dikurangi dalam keadaan darurat.” tegasnya.
Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2014 jo. UU No. 16 Tahun 2017 Pasal 80, bahwa Keputusan bersama enam Instansi Pemerintah adalah tidak berdasar hukum. Karena, Pasal 80 hanya mengatur Ormas berbadan hukum, dan itupun melalui pencabutan status badan hukum.
Lanjut FPI, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi 82/PPU-XI/2013, dalam pertimbangan hukum halaman 125 menyatakan, “Suatu ormas dapat mendaftarkan diri di setiap tingkat instansi pemerintah yang berwenang untuk itu.
Sebaliknya berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat, suatu Ormas yang tidak mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang berwenang tidak mendapat pelayanan dari pemerintah (negara), tetapi tidak dapat menetapkan Ormas tersebut Ormas terlarang, atau negara juga tidak dapat melarang kegiatan Ormas tersebut sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum.
“Dengan demikian pelarangan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan hukum yang berlaku.” tandas FPI.
Oleh karenanya keputusan bersama tersebut telah melanggar konstitusi dan bertentangan dengan hukum, secara substansi Keputusan Bersama tersebut tidak memiliki kekuatan hukum baik dari segi legalitas maupun dari segi legitimasi.
Selanjutnya, FPI mendeklarasikan pembentukan nama baru ‘Front Persatuan Islam’ untuk melanjutkan perjuangan membela Agama, Bangsa, dan Negara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Bahwa kepada seluruh pengurus, anggota dan simpatisan FRONT PEMBELA ISLAM di seluruh Indonesia dan mancanegara, untuk menghindari hal-hal yang tidak penting dan benturan dengan rezim dzalim maka dengan ini kami deklarasikan FRONT PERSATUAN ISLAM untuk melanjutkan perjuangan membela Agama, Bangsa, dan Negara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Adapun deklarator dari Front Persatuan Islam adalah sebagai berikut:
– Habib Abu Fihir Alattas
– KH. Tb. Abdurrahman Anwar
– KH. Ahmad Sabri Lubis
– H. Munarman
– KH. Abdul Qadir Aka
– KH. Awit Mashuri
– Ust. Haris Ubaidillah
– Habib Idrus Al Habsyi
– Ust. Idrus Hasan
– Habib Ali Alattas, S.H.
– Habib Ali Alattas, S.Kom.
– H. I Tuankota Basalamah
– Habib Syafiq Alaydrus, S.H.
– H. Baharuzaman, S.H.
– Amir Ortega
– Syahroji
– H. Waluyo
– Joko
– M. Luthfi, S.H.
Sebelumnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD melalui kanal YouTube Kemenkopolhukam RI, bahwa FPI dilarang melakukan kegiatan.
“Pelarangan kegiatan FPI ini dituangkan di dalam keputusan berama 6 pejabat tertinggi di kementerian/lembaga, yakni Menteri Dalam Negeri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan kepala BNPT,” kata Mahfud dikutip dari channel YouTube Kemenkopolhukam RI, Rabu (30/12/2020).
Mahfud menjelaskan, FPI sejak 21 Juni 2019 secara de jure telah dibubarkan sebagai ormas. Namun, secara organisasi tetap melaksanakan aktivitas yang melanggar hukum dan melanggar ketertiban. Seperti provokasi dan sweeping.
“Sesuai Undang-undang dan putusan MK, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing, baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa,” ujar Mahfud.
Dalam kesempatan itu, Mahfud didampingi sejumlah menteri dan kepala lembaga, diantaranya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Kapolri Jenderal Idham Azis, dan Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan.
(GS)