Jakarta, Satusuaraexpress.co – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan bahwa sekitar 400 ribu aparatur sipil negara (ASN), termasuk PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), masuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Jumlah tersebut mencakup sekitar 10 persen dari total 4,2 juta ASN di Indonesia.
Dilansir dari cnnindonesia.com, Sekretaris Jenderal Kemendagri, Suhajar Diantoro, menyatakan bahwa dari total 4,2 juta ASN, harus diakui bahwa masih ada pegawai negeri yang dianggap sebagai Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pernyataan ini disampaikan dalam acara Taspen Day pada tanggal 16 Januari.
“Dari 4,2 juta, kita harus memaklumi bahwa masih ada pegawai negeri kita yang dianggap sebagai masyarakat berpenghasilan rendah. MBR,” ujar Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro dalam acara Taspen Day, Selasa (16/1).
MBR merujuk kepada kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan daya beli, sehingga membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk mendapatkan rumah.
Menurut Suhajar, sebagian ASN yang termasuk dalam kategori MBR dikarenakan mereka memenuhi beberapa indikator yang menunjukkan bahwa mereka dapat digolongkan sebagai masyarakat berpenghasilan rendah. Sebagai contoh, ASN yang memiliki penghasilan di bawah 7 juta per bulan seringkali ditemui di golongan II.
“Jika penghasilannya di bawah 7 juta, sekarang ada batas untuk penerima zakat. Ada penghasilan berapa yang dianggap sebagai penerima zakat. Ternyata pegawai negeri, terutama yang berada di golongan II, termasuk yang berhak menerima zakat,” jelasnya.
Suhajar menambahkan bahwa ASN yang dapat dikategorikan sebagai MBR adalah mereka yang sudah menikah tetapi memiliki penghasilan di bawah Rp8 juta per bulan.
Dia juga menyatakan bahwa kesejahteraan ASN dapat diukur dari kepemilikan rumah layak huni. Kementerian PUPR telah menetapkan kriteria rumah layak huni, di mana setiap anggota keluarga setidaknya harus menempati lahan seluas 8 meter persegi. Namun, Suhajar meragukan bahwa seluruh ASN bisa memenuhi kriteria tersebut.
“Kan indikator kemiskinan itu kan pertama penghasilannya. Berapa penghasilannya? Kemudian rumah, berapa meter persegi? Ternyata kalau punya golongan II pekerjaannya sopir, apa iya bisa (punya) rumah tipe 100 (meter persegi). Baru kerja mungkin rumah tipe 27 (meter persegi), istri satu anak dua, harusnya rumahnya adalah di atas 32 meter persegi,” kata Suhajat lebih lanjut.
Meski demikian, Suhajar mengatakan kesejahteraan ASN memang tidak bisa hanya dihitung berdasarkan gaji bulanan.
Pasalnya, ASN juga memiliki sejumlah tunjangan yang bisa membantu kesejahteraan keluarganya. Sayangnya, lanjut dia, akses terhadap tunjangan ini tidak merata untuk semua ASN.