Polusi Udara Jadi Penyebab Kematian Tertinggi Kelima di Indonesia, Dokter: Ratusan Ribu Orang Meninggal Pertahunnya

Screenshot 20230824 120653 Instagram

Jakarta, Satusuaraexpress.co – Hampir 123 ribu orang meninggal dunia di Indonesia yang disebabkan oleh faktor polusi udara. Hal ini disampaikan Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K).

Dalam webinar yang bertajuk ‘Dampak Polusi Udara pada Kesehatan, Agus Dwi Susanto mengatakan bahwa polusi udara memberikan dampak cukup tinggi dalam kematian masyarakat di Indonesia.

Bahkan berdasarkan data analitik yang diperoleh Agus Dwi Susanto polusi udara menjadi penyebab kematian tertinggi kelima di Indonesia setelah darah tinggi, diabetes, rokok, dan obesitas.

Menurutnya, dalam jangka pendek, polusi udara dapat menyebabkan iritasi mukosa sehingga terjadi gejala hidung berair, bersin-bersin, sakit tenggorokan, kemudian bisa timbul batuk, dahak, bahkan bisa berlanjut menjadi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), pneumonia, serangan asma, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Selain itu, menurut dia, dalam jangka panjang dapat menyebabkan penurunan fungsi paru, munculnya penyakit TBC, asma, PPOK, dan kanker paru.

Agus Dwi Susanto menjelaskan riset di Indonesia dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menunjukkan bahwa peningkatan Particulate Matter (PM) 2.5, kenaikan sulfur dioksida (SO2), kemudian PM 10 dalam udara, berimplikasi terhadap risiko terjadinya pneumonia mulai dari 1,4 persen sampai 6,7 persen.

Sementara rata-rata kasus ISPA mulai periode Januari tahun 2023 ini berada di atas 100.000 kasus, padahal tahun-tahun sebelumnya di bawah angka itu.

“Jadi ada signifikansi-nya ketika polutan meningkat, ISPA-nya juga rata-rata di atas 100.000 kasus,” katanya.

Pihaknya menambahkan ketika terjadi peningkatan PM 2.5, maka kunjungan untuk telekonsultasi karena bronkitis dan influenza juga meningkat antara 100 hingga 400 persen.

“Studi menunjukkan bahwa telekonsultasi ketika terjadi peningkatan polutan bulan Juni, telekonsultasi karena asma meningkat 200 persen ya,” katanya.

Selain itu juga prevalensi asma pada remaja di Jakarta mencapai 12 persen, padahal di pedesaan hanya sekitar 7 persen.

Untuk itu, pihaknya meminta masyarakat untuk selalu memantau kualitas udara, mengurangi aktivitas di luar ruangan, serta menghindari aktivitas fisik pada saat kualitas udara buruk, dan apabila harus beraktivitas sebaiknya menggunakan masker.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *