Satusuaraexrpress.co ~ Polusi udara tengah menjadi topik utama pembahasan warga Jabodetabek belakangan ini. Penyebabnya jelas, langit biru Jakarta hilang berganti kabut yang pekat. Banyak warga juga mengaku menderita penyakit yang berhubungan dengan pernapasan.
Dampak dari polusi udara terhadap kesehatan sudah banyak dibuktikan oleh sejumlah studi. Dokter spesialis jantung sekaligus Head of Clinical & Research AsaRen, dr. Arief Wibowo mengatakan, campuran partikel halus yang terdapat di Partikulat (PM2.5), yakni oksida nitrogen, karbon monoksida, dan zat-zat partikel kecil halus lainnya sangat berbahaya bagi kesehatan pembuluh darah dan jantung.
“Polutan yang terhirup ini tidak hanya merusak paru-paru, tapi juga aliran darah. Akibatnya, dia (polutan) dapat menyebabkan respon inflamasi atau peradangan yang sifatnya sistemik atau di seluruh tubuh,” ujar dr. Arief dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (11/8/2023).
Menurut dr. Arief, zat partikel halus atau polutan dari polusi udara yang masuk ke dalam tubuh melalui pembuluh darah mampu mengubah cara kerja sel menjadi tidak seimbang. Akibatnya, fungsi kardiovaskular atau jantung dan pembuluh darah akan terganggu.
Dampak polusi udara
Selain gangguan sistem pernapasan, polusi udara ternyata juga menimbulkan masalah kesehatan berikut:
1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA adalah penyakit yang menyebabkan peradangan di saluran pernapasan manusia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ISPA adalah penyebab utama angka kematian akibat penyakit menular di dunia.
Salah satu penyebab ISPA adalah kualitas udara yang buruk, termasuk polusi. Umumnya, ISPA menimbulkan gejala batuk, demam, nyeri kepala, hidung tersumbat, nyeri tenggorokan, dan kesulitan bernapas.
2. Kardiovaskular
Partikel polusi udara dapat meningkatkan risiko serangan jantung sebesar 4,5 persen.
Polutan yang masuk melalui alveoli dan mengalir ke pembuluh darah menyebabkan terjadinya inflamasi sistemik pada jantung. Akibatnya, terdapat risiko terjadinya gangguan vaskuler yang berhubungan dengan hipertensi, disfungsi endotel, dan terjadinya penyakit jantung.
3. Stroke
Dokter spesialis paru, Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, mengungkapkan bahwa stroke adalah penyakit yang mengintai akibat polusi udara.
Sekitar 23 hingga 37 persen kematian dini akibat stroke disebabkan oleh polusi udara yang sangat buruk. Bahkan, ia mengungkapkan bahwa polutan berdampak tujuh kali lipat terhadap stroke secara umum.
4. Stunting
Sejumlah riset di beberapa negara dengan polusi udara tinggi, seperti Bangladesh, Afrika, dan China, menemukan bahwa polutan menimbulkan risiko stunting pada anak dua kali lebih tinggi. Sebagian besar kasus stunting pada anak terjadi akibat polusi di dalam rumah.
5. Gangguan Perkembangan Otak Anak
Prof. Agus yang merupakan Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan, anak-anak yang menghirup polutan atau zat berbahaya penyebab polusi setiap hari mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, termasuk gangguan kognitif.
“Diperkirakan, dua miliar anak di seluruh dunia terdampak dari polusi udara berat yang berdampak pada pertumbuhan perkembangan, termasuk gangguan kognitif,” ujar Prof. Agus.
Cara melindungi diri dari efek negatif polusi
Clinical & Scientific Lead AsaRen, dr. Meryl Kallman, mengatakan bahwa masyarakat harus mulai melakukan pola hidup sehat untuk menghindari risiko penyakit akibat kualitas udara buruk, salah satunya dengan menjaga pola makan seimbang.
“Rekomendasi sejak awal zaman kedokteran masih berlaku saat ini, yaitu kita harus menjalani gaya hidup sehat, tidur yang cukup, minum air yang cukup, dan menjaga pola makan seimbang dengan nutrisi yang tepat,” papar ujar dr. Mimi dikutip dari CNBC Indonesia di Jakarta, Senin (14/7/2023).
“Zinc (seng) dan vitamin C adalah nutrisi yang harus selalu tercukupi karena dapat mendukung fungsi kekebalan yang sehat,” imbuhnya.
Selain itu, dr. Mimi juga meminta masyarakat untuk kembali rutin menggunakan masker dan bernapas lewat hidung, bukan mulut. Sebab, hidung adalah ‘air purifier’ alami manusia karena memiliki penyaring alami berupa bulu hidung.
“Kalau harus beraktivitas di luar, sebaiknya gunakan masker respirator, seperti N95. Lalu, perlu diingat untuk bernapas lewat hidung karena hidung semacam ‘air filter’ (penyaring udara) bawaan,” kata ujar dr. Mimi.
“Kalau tarik napas, kita harus tarik napas lewat hidung. Kalau napas lewat mulut, itu lebih banyak polusi yang bisa masuk ke paru-paru,” lanjutnya.