Berita  

Hak Perlindungan Konsumen, Uang Kembalian Dibayar Pakai Permen Akan Kena Pasal ini

Screenshot 20230317 154711 Chrome

Jakarta, Satusuaraexpress.co – Banyak kosumen yang belum mengetahui bahwa ketika bertransaksi menggunakan uang lebih, kembaliannya tidak boleh diganti menjadi permen.

Saat berbelanja ke toko atau swalayan, tentunya sebagian besar konsumen pernah mendapati kembalian uang receh diganti menjadi permen.

Ternyata, konsumen memiliki hak yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Di bagian Bab 2 Pasal 2 dijelaskan bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Kemudian, di Bab 2 Pasal 2 dijelaskan juga bahwa tujuan dari perlindungan konsumen adalah meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

Jika seluruh toko, swalayan, ataupun ritel selaku penjual di Indonesia mengganti uang kembalian dengan permen, tentunya keuntungan didapatkan oleh pihak penjual dan produsen permen.

Harga satu buah permen hanya berkisar Rp100-200-an, tergolong sangat murah tentunya.

Tetapi, dilansir dari laman Euromonitor, terdapat data yang menunjukkan bahwa di Indonesia ada sekitar 3,61 juta toko ritel termasuk di antaranya super market, mini market, dan toko kecil seperti kelontong.

Ketika pihak ritel sebagai penjual berasumsi bahwa uang kembalian boleh diganti menjadi permen, bisa dibayangkan jumlah transaksinya akan berlipat ganda meskipun harga permen hanya berkisar Rp100-200.

Kondisi tersebut akan menguntungkan ritel dan produsen permen.

Letak permasalahannya terbilang sangat strategis.

Transaksi semacam itu tetap diperkenankan jika konsumen memang tidak merasa keberatan sama sekali.

Mengganti uang kembalian dengan permen ternyata dapat melanggar ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen dan UU Mata Uang.

Lalu, apabila konsumen merasa keberatan dan pihak ritel tetap bersikukuh menggunakan permen sebagai pengganti uang kembalian, maka tindakan tersebut dapat melanggar hak perlindungan konsumen.

Ditambah lagi, Undang-undang Mata Uang juga telah mengatur persoalan ini.

UU tersebut menjelaskan bahwa alat pembayaran yang sah adalah mata uang rupiah dengan bentuk kertas, logam, ataupun elektronik.

Pelanggaran terhadap UU ini sebagaimana dijelaskan pada Pasal 21 Ayat 1, pelanggar bisa dikenai sanksi hukuman satu tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Hanya saja, transaksi seperti itu sudah menjadi hal lumrah bagi konsumen di Indonesia.

Oleh karenanya, menjadi penting bagi pihak ritel untuk memastikan bahwa konsumen tidak keberatan sama sekali.

Sesuai dengan asas keadilan, kedua pihak harus sama-sama setuju.

Konsumen juga harus mulai menyadari bahwa uang kembaliannya yang dinilai kurang berharga justru dapat membawa dampak yang sangat menguntungkan bagi pihak lain.

Dengan begitu, konsumen menyadari haknya atas perlindungan konsumen.***

Suaramerdeka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *