Jakarta, Satusuaraexpress.co – Ketua RW 08 Kelurahan Cengkareng Barat, Cengkareng, Jakarta Barat, Umar mengungkapkan konflik pemekaran RW 08 Ruko Seribu yang dinilai tidak prosedural.
Salah satunya soal penerbitan Surat Keputusan(SK) pemecahan RW dari Lurah Cengkareng Barat, Waluyo. Umar menilai keputusan tersebut bahkan telah melanggar Pergub 22 tahun 2022.
“Yang pertama tidak melalui Forum Musyawarah RW. Selain itu, jumlah warga yang masih minim dan tidak begitu mendesak,” ungkap Umar saat ditemui Satusuaraexpress.co, Jumat 12 Agustus 2022.
Lebih jauh dia menjelaskan, awalnya Lurah Waluyo kirim undangan rapat koordinasi yang diminta oleh beberapa RT di Seribu Ruko.
“Mereka (para ketua RT-RED) yang sudah terbentuk sejak 2022 itu mengajukan permohonan pemecahan jumlah RW di kelurahan, dan saya hanya dicantumkan sebagai tembusan.
“Beberapa ketua RT tersebut ingin punya RW sendiri. Nah, kemudian saya diundang rapat oleh pak lurah dan saya katakan didalam rapat itu, silahkan untuk memecah jumlah RW, tetapi saya minta harus melalui forum musyawarah RW, saya tidak bisa memutuskan sendiri,” sambungnya.
Tak berhenti disitu, kata Umar, dirinya diundang rapat kembali, namun permintaanya tersebut lagi-lagi belum menemukan jalan keluar.
Bersama Sekcam Cengkareng, Lurah Waluyo kemudian meminta Umar untuk membentuk Forum Musyawarah RW. Namun, Umar meminta agar hal itu ditunda lantaran bertepatan menjelang hari raya idul adha 2022.
“Disitu, SK pemekaran RW tersebut malah diterbitkan oleh pak Lurah tanggal 15 Juli 2022. Sementara saya minta ditundanya pada tanggal 11 Juli 2022. Lurah menilai alasan saya menunda ini karena tidak relevan,”bebernya.
Sementara Erwin, selaku mantan Ketua RW 08 periode 2010-2013 menyampaikan bahwa konflik yang terjadi sudah sepatutnya harus diluruskan.
“Saya rasa ini yang harus diluruskan. Sebab, suatu pemekaran itu harus didasari dari permintaan wilayah, bukan permintaan dari Lurah,” imbuhnya.
Erwin menilai, dari pemilihan ketua RW 08 saat ini tidak memenuhi syarat untuk dibentuk RW yang baru.
“Yang pertama, mereka warga disana, tidak berdomisili disana. Kalau memang warga sana, lurah coba hadirkan mereka, kita data sama-sama. Termasuk ketua RT di seribu ruko, yang sekarang menjadi ketua RW, pak Rojali,” jelas Erwin menambahkan.
Kepada Satusuaraexpress.co, Erwin membeberkan prosedur pemekaran ketua RT atau RW di Seribu Ruko tidak sesuai peraturan.
Atas alasan itu, ia juga menolak keputusan pemekaran tersebut. Erwin menduga dibalik hasil keputusan Camat dan Lurah itu ada kepentingan pribadi.
“Karena mungkin disitu diduga ada kepentingan pribadi. Karena, Iuran Kebersihan Keamanan Ruko (IKKR) ke penghuni Rp 250 ribu per bulan. Ditambah lagi gaji hansip disitu dibawah Upah Minimum Regional (UMR),” tukasnya.
Satusuaraexpress.co sudah mencoba menghubungi Lurah Cengkareng Barat, namun hingga berita ini diterbitkan Lurah Waluyo tidak mau menjawab secara spesifik.