Jakarta, Satusuaraexpress.co – Kelompok anti Muslim garis keras di Swedia yang dipimpin politisi sayap kanan Rasmus Paludan membakar Al Quran. Tindakan ini berujung demonstrasi hingga melukai sembilan polisi.
Kronologi insiden tersebut bermula saat Paludan, dan partainya Stram Kurs membakar kitab suci umat Muslim tersebut di area terbuka di kota Linkoping, pantai timur Swedia pada Kamis (15/4). Dikutip dari Anadolu, mayoritas penduduk wilayah tersebut menganut agama Islam
Ratusan orang pun sempat turun ke jalan untuk menentang tindakan ini, tapi Paludan tetap meneruskan aksinya.
Demo itu berujung ricuh. Menurut rekaman di lokasi kejadian, terlihat sebuah mobil terbakar dan puluhan orang bertopeng menyerang mobil polisi. Sejumlah anggota kepolisian pun dilarikan ke rumah sakit imbas kerusuhan.
“Suasana menjadi agresif dan ada serangan terhadap polisi di tempat kejadian,” kata salah satu Juru Bicara Polisi Swedia, Asa Willsund, kepada penyiar SVT dikutip AFP.
Keadaan berangsur pulih usai polisi mundur
Keesokan harinya, Jumat (15/5) massa terlibat bentrok lagi dengan polisi Swedia. Imbas kerusuhan ini, sembilan anggota pasukan keamanan mengalami luka-luka.
Juru Bicara Kepolisian Swedia yang lain, Diana Qudhaib, mengatakan anggotanya yang terluka itu mengalami patah lengan dan terkena batu. Salah satu warga juga terkena lemparan batu di bagian kepala.
Menurut politisi Swedia kelahiran Turki, Mikael Yuksel, provokasi yang dilakukan politisi anti-Islam di bawah perlindungan polisi terus berlansung di berbagai daerah di Swedia.
Yuksel juga menyebut Paludan dengan sengaja memilih wilayah yang banyak penduduknya menganut agama Islam dan dekat masjid untuk melancarkan provokasi.
“Di Swedia, negara yang tegas membela hak-hak asasi manusia serta kebebasan beragama, Al-Quran dibakar di wilayah Muslim di bawah perlindungan polisi,” katanya.
Dia kemudian menyerukan agar polisi bertindak dengan nalar menghadapi hal tersebut.
Paludan selama beberapa tahun ini menjadi sorotan karena tindakan dia yang dianggap memecah persatuan.
Pada November 2020 lalu, ia ditangkap di Prancis dan dideportasi. Tak lama setelah itu, lima aktivis lain ditangkap di Belgia yang dituduh menyebarkan kebencian dengan membakar Alquran di Brussel.