Ketua Umum Aliansi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (Appsindo), Hasan Basri, menegaskan pihaknya tidak menimbun minyak goreng.
“Jadi kalau kita sebagai pedagang tidak mungkin menyetok minyak goreng atau komoditi lain secara berlebihan. Artinya hari ini paling dua tiga hari stok habis, lalu belanja lagi,” kata Hasan seperti dikutip dari Antara, Kamis (17/2).
Dia menegaskan bahwa kelangkaan pasokan minyak goreng di pasar tradisional disebabkan dari distributor yang memasok minyak goreng dengan jumlah yang sangat terbatas.
“Karena pemasok ke pasar tradisional itu sangat terbatas, jadi keterbatasan itu yang membuat langka,” kata Hasan.
Dia juga menerangkan bahwa pedagang di pasar hanya mengambil keuntungan penjualan minyak goreng yang tidak besar. Hasan menekankan bahwa pedagang tidak mempermainkan harga jual minyak goreng di pasaran, melainkan harga sudah ditentukan oleh pemerintah dan ditetapkan oleh distributor.
Sebelumnya Kementerian Perdagangan melakukan berbagai upaya mengatasi kelangkaan dan mahalnya minyak goreng. Seperti menetapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), yang mewajibkan produsen/eksportir minyak sawit mengalokasikan 20 persen produksinya untuk kebutuhan dalam negeri.
Selain itu juga melakukan operasi pasar dan mematok Harga Eceran Tertinggi (HET). Minyak goreng curah dipatok Rp 11.500 per liter, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan kemasan premium Rp 14.000 per liter.
Hasan mengatakan kebijakan harga eceran tertinggi minyak goreng tersebut ditetapkan setelah Appsindo melakukan komunikasi kepada kementerian-lembaga terkait.
Hasan mengatakan pedagang pasar sebelumnya merasa dirugikan karena kebijakan subsidi minyak goreng seharga Rp14.000 per liter hanya diterapkan pada pasar modern. Pada saat kebijakan tersebut diterapkan, harga minyak goreng di pasar tradisional masih tinggi yaitu di angka Rp 21.000 per liter.
(*)