Kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty akhirnya disepakati oleh pemerintah dan komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tax amnesty akan diberlakukan pada 1 Januari 2022.
Hal ini tertuang dalam revisi RUU Ketentuan Umum Perpajakan yang diubah menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang diterima CNBC Indonesia, Kamis (30/9/2021).
Dalam UU yang sudah disepakati tersebut, tax amnesty diberi nama program pengungkapan sukarela wajib pajak.
“Wajib Pajak mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022,” tulis RUU pada pasal 6.
Pengungkapan harta dapat dilakukan selama data dan informasi mengenai harta tersebut belum diketahui oleh DJP. WP nantinya juga akan mendapatkan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif.
Pembahasan RUU ini memang cenderung singkat. RUU KUP sudah mulai dibahas oleh pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat sekira bulan Mei 2021 lalu.
Lima bulan berselang, diam-diam RUU KUP yang kini berubah nama menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Pajak (HPP) disepakati oleh DPR untuk disahkan ke sidang paripurna.
Fraksi PKS merupakan partai yang paling menentang kebijakan tax amnesty. Meskipun namanya berubah, akan tetapi publik memandang program itu sebagai tax amnesty karena konsep yang hampir sama. Di mana ada orang yang selama ini tidak membayar pajak dengan benar, lalu diberikan kesempatan melaporkan dan dikenakan tarif khusus.
Padahal seharusnya, pengemplang pajak tersebut dikejar, ditangkap dan dikenakan denda atas ketidakpatuhannya.
Apalagi, belum lama, yakni pada 2015 lalu pemerintah juga baru memberikan tax amnesty. Pemerintah dulu berujar, program tersebut tidak akan pernah ada lagi dalam waktu dekat.
“Apapun namanya publik memahami itu tax amnesty jilid II,” tegas Ecky Awal Mucharam, Anggota Komisi XI, Fraksi PKS dalam konferensi pers,
Fraksi PKS mengungkapkan penolakan atas rencana program tersebut.
“Kita tidak sependapat dan menolak terkait rencana tersebut kenapa karena jelas ini sesuatu yang ‘aneh’, karena kita sudah keluarkan UU TA di 2015 lalu, masa sih ada lagi program yang semisal sama dengan tax amnesty yang lalu,” papar Ecky.
“Jelas ini menciderai rasa ketidakadilan kita dimana masuk ke dalam tax amnesty ini adalah badan yang memilki penghasilan luar biasa besar,” pungkasnya.
Rangkuman Tarif Tax Amnesty Jilid II:
Untuk harta sd 2015 :
Tarif 6% – jika diinvestasikan
Tarif 8% – jika tidak diinvestasikan
Tarif 6% – Harta luar negeri dialihkan ke Indonesia dan diinvestasikan
Tarif 8% – Harta luar negeri dialihkan ke Indonesia dan tidak diinvestasikan
Tarif 11% – Harta luar negeri dan tidak dialihkan ke Indonesia
Harta tahun 2016-2020 :
Tarif 12% – jika diinvestasikan
Tarif 14% – jika tidak diinvestasikan
Tarif 12% – Harta luar negeri dialihkan ke Indonesia dan diinvestasikan
Tarif 14% – Harta luar negeri dialihkan ke Indonesia dan tidak diinvestasikan
Tarif 18% – Harta luar negeri dan tidak dialihkan ke Indonesia
Tax Amnesty Jilid II Berlaku Mulai 1 Januari 2022
Pemerintah akan menerapkan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II mulai 1 Januari 2022 mendatang. Hal ini terungkap dalam draf RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang segera disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna mendatang.
Nantinya, wajib pajak bisa menyampaikan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015 kepada Dirjen Pajak melalui Surat Pernyataan.
Dalam Pasal 6 draf RUU HPP tersebut, wajib pajak bisa menyampaikan surat pernyataan itu kepada otoritas pajak sejak 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.
“Wajib Pajak mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022,” tulis Pasal 6 ayat (1) draf tersebut, Kamis (30/9).
Berikut skema tarif tax amnesty jilid II yang terdapat pada pasal 5:
a. 6 persen (enam persen) atas harta bersih yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan ketentuan diinvestasikan pada:
1. kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau 2. surat berharga negara;
b. 8 persen (delapan persen) atas harta bersih yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak diinvestasikan pada:
1. kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau 2. surat berharga negara;
c. 6 persen (enam persen) atas harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan ketentuan:
1. dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan 2. diinvestasikan pada:
a) kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau b) surat berharga negara;
d. 8 persen (delapan persen) atas harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ketentuan:
1. dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan 2. tidak diinvestasikan pada:
a) kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau b) surat berharga negara;
e. 11 persen (sebelas persen) atas harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yakni sebesar jumlah harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan,” demikian tertulis dalam ayat (8).
Pemerintah Beri Waktu Wajib Pajak Ikut Tax Amnesty Hanya 6 Bulan
Pemerintah mempersilakan wajib pajak sukarela untuk mengungkapkan pajaknya agar diampuni dalam waktu enam bulan sejak program dimulai.
“Wajib Pajak mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022,” demikian isi aturan tersebut dalam Pasal 6 ayat 1, dikutip kumparan.
Dalam program pengungkapan sukarela wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.
Adapun harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai harta dikurangi nilai utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.
Harta bersih yang diungkap akan dianggap sebagai tambahan penghasilan sehingga akan dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final. (*)