Satusuaraexpress.co – Alat pelindung diri (APD) khususnya masker menjadi kebutuhan mutlak sehari-hari sejak pandemi COVID-19 terjadi. Namun di sisi lain, salah satu dampaknya berimbas pada meningkatnya limbah masker medis yang mencemari lingkungan. Peneliti Indonesia terpikir untuk mengatasi masalah ini.
Dian Burhani S.Si., M.T. Peneliti Muda Pusat Riset Biomaterial Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), melakukan penelitian “The Potential of Local Commodity of Macroalgae from Karimunjawa Jepara Muria Biosphere Reserve as Mask-Filter-Based Cellulose Nanofiber in Non-Medical Cloth Mask to Promote Green Economy for Local Community”. Proyek penelitian ini diganjar penghargaan The 2021 Man and The Biosphere (MAB) Young Scientists Awards (YSA) dari UNESCO.
Disebutkan Dian, makroalga yang ditelitinya bisa menghasilkan masker yang memberikan kenyamanan optimal, serta efisiensi tinggi dalam menghilangkan bio-aerosol dan penyaringan partikel udara yang optimal.
“Hal itu menjadi salah satu tujuan studi yang dilakukan di bidang ini. Untuk tujuan ini, faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan kualitas masker telah difokuskan pada peningkatan efisiensi masker,” kata Dian seperti dikutip dari siaran pers BRIN.
Dia menjelaskan bahwa spesifikasi filter masker mencakup sifat yang melekat pada bahan yang digunakan dalam masker, seperti komposisi kimia filter, dan karakteristik seperti ketebalan dan kerapatan pengepakan serat dalam filter.
Melt-blown (MB) Polypropylene (PP) kain non-anyaman dengan diameter serat 0,5-10 um biasanya digunakan dalam masker medis saat ini. Diameternya yang relatif besar tidak cukup untuk menyaring partikel atau aerosol 0,3 um secara efisien, sehingga diperlukan perlakuan elektrostatik untuk meningkatkan efisiensi penyaringan atau filtrasi.
“Namun, selama pemakaian atau pada saat dibersihkan, listrik statis mudah hilang. Akibatnya, masker ini hanya dapat digunakan sekali pakai. Ini tidak hanya menyebabkan pemborosan bahan tetapi juga dikhawatirkan dapat mengurangi stok masker selama pandemi,” ujar Dian.
Dian menambahkan, membran nanofiber electrospun dengan diameter serat di bawah 0,3 um merupakan kandidat alternatif yang menjanjikan untuk digunakan sebagai filter yang dapat digunakan kembali.
“Masker ini bisa menjadi penghalang fisik untuk partikel dan virus melalui diameter serat dan diameter pori yang lebih kecil. Saat menggunakan metode desinfeksi yang tepat tanpa merusak struktur fisiknya, membran nanofiber dapat digunakan kembali. Selain itu, fungsionalisasi bahan filter serat dapat dicapai dengan merancang komposisi dan struktur serat ultrafine secara rasional yang dapat merespons penyebaran virus dengan lebih baik,” imbuhnya.
Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, ditemukan bahwa efisiensi filtrasi filter MB turun secara signifikan setelah perlakuan dengan etanol, sedangkan filter NF menunjukkan efisiensi filtrasi tinggi yang konsisten terlepas dari jenis pembersihannya. Selain itu, filter NF menunjukkan sitokompatibilitas yang lebih baik daripada filter MB, menunjukkan ahl ini tidak berbahaya pada tubuh manusia.
“Masker saat ini, yang terbuat dari bahan yang tidak terbarukan dan tidak dapat terurai secara hayati, dapat menghasilkan mikroplastik berbahaya setelah dibuang setelah sekali pakai, yang merusak lingkungan. Lebih baik mengembangkan masker dengan bahan yang dapat terurai secara hayati untuk mengurangi masalah lingkungan demi masa depan yang berkelanjutan dalam jangka panjang,” terang Dian.
Menurut Dian, penggunaan bahan berbasis selulosa telah meningkat pesat selama dekade terakhir karena bobotnya yang rendah, biaya rendah, tidak beracun, serta kekuatan mekanik dan kekakuan yang tinggi dibandingkan dengan banyak bahan polimer komersial lainnya. Selain itu, biodegradabilitas dan kelayakan untuk didaur ulang membuat permintaan pasar bahan berbasis selulosa terus meningkat.
“Saya berharap dengan penelitian ini, nantinya saya dapat mengembangkan filter masker (lapisan tengah masker) berbasis biomassa yang lebih ramah lingkungan. Sehingga perlahan dapat menggantikan material berbasis plastik yang menjadi salah satu penyebab polusi mikroplastik,” ” harapnya.
(*)