Satusuaraexpress.co – Kompolnas turut menanggapi terkait kasus pedagang wanita berinisial LG yang dipukul pria diduga preman berinisial BS di Pasar atau Pajak Gambir Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), ikut menjadi tersangka. Mengenai kasus itu, Kompolnas mengingatkan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal pemberantasan aksi premanisme.
“Presiden sudah perintahkan berantas preman. Jangan sampai penanganan kasus ini jadi kontra produktif dengan perintah presiden, jika tidak dilakukan dengan profesional dan hati-hati,” kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, kepada wartawan, Senin (11/10/2021).
Poengky mengatakan pihak-pihak berperkara saling melapor adalah hal biasa. Oleh sebab itu, penyidik harus hati-hati dalam melihat gambaran peristiwa dengan menggali fakta-fakta lewat keterangan saksi korban dan saksi di lokasi, serta bukti-bukti untuk memperkuat dugaan tindak pidananya.
“Penyidik diharapkan menggunakan bantuan scientific crime investigation, misalnya dengan meminta dilakukannya visum et repertum, melihat rekaman video, melihat CCTV, dan lain-lain. Dengan demikian maka hasil lidik sidik valid dan tidak terbantahkan,”
Dia menyebut kasus pedagang dipukul preman menjadi tersangka karena kedua pihak saling lapor ini telah menjadi perhatian publik. Penanganan kasus ini pun akan dipantau oleh Kompolnas.
“Kita tunggu hasil gelar perkara yang dilakukan Polda Sumatera Utara. Kompolnas akan memonitor penanganan kasus ini. Jangan sampai rasa keadilan masyarakat terusik, jika polisi tidak berhati-hati dan tidak profesional, yang nantinya berdampak merugikan Polri,” ucapnya.
Suami LG, Endang Hura, menceritakan duduk perkara kasus ini versinya. Dia mengatakan istrinya ribut dengan pria yang diduga preman di Pasar atau Pajak Gambir, Deli Serdang. Peristiwa itu, katanya, terjadi pada 5 September 2021 setelah LG menolak memberikan uang kepada preman itu.
“Dia (preman) minta uang dari jam 07.00 WIB, uang pajak ini. Istri aku nanya ke dia, ‘Kamu siapa, kok minta uang sama aku’. Dia minta uang Rp 500 ribu, ngaku dari forum. Itulah forum namanya, organisasi yang dibuat orang itu,” tuturnya.
Dia mengatakan istrinya menolak memberikan uang dan mereka pergi untuk berbelanja. Setelah pulang belanja, preman itu masih ada di lokasi dan kembali meminta uang kepada mereka.
“Balik jam 09.00 WIB, masih di situ dia. Setelah itu dia berkata-kata, ‘Nggak usah kau jualan di situ, bikin macet’. Istriku minta tunggu untuk membongkar barang-barang. Terus pria itu turun dari kereta marah-marah, langsung ditendang istriku dua kali,” sebutnya.
Istri BS, pria diduga preman yang memukul pedagang di Pajak Gambir juga buka suara soal kasus pemukulan yang menjerat suaminya. Istri BS yang bernama Nurhalimah mengatakan saat peristiwa dugaan penganiayaan itu terjadi, dia dan suaminya berangkat ke pajak untuk belanja. Setelah tiba di pajak, dia mengaku pergi berbelanja sementara suaminya mencari tempat parkir sepeda motor.
“Sampai di pajak, sekitar jam 08.00 WIB jalanan macet, awak (saya) turun di simpang. Awak masuk ke dalam pajak belanja. Laki (suami) awak cari parkiran. Tapi awak nggak tahu parkiran yang mana. Tapi setahu awak dia parkir di tempat tongkrongan kawan-kawannya,” ujar Nurhalimah kepada wartawan usai menjenguk suaminya di Polsek Percut Sei Tuan, Minggu (10/10).
Setelah belanja, dia menyusul suaminya. Tetapi, dia malah melihat ada keramaian dan saat dihampiri ternyata suaminya lagi ribut-ribut.
“Setelah awak belanja, sekitar jam 09.00 WIB, awak keluar mau pulang, awak mau menyusul laki awak di parkiran. Awak tengok kok ramai kali di simpang itu ada apa. Awak tengok ternyata laki awak sama Ibu itu yang berkelahi,” ucap Nurhalimah.
Setelah peristiwa itu, Nurhalimah mengaku pihaknya sudah meminta untuk berdamai dengan pihak LG. Dia mengaku dimintai uang Rp 150 juta untuk perdamaian itu. Selain itu, dia menegaskan suaminya bukan preman dan tidak melakukan pungli.
“Ada, saya ada mediasi. Walaupun suami saya itu benar ataupun dia salah, tapi demi Allah belum pernah suami saya lakukan seperti itu. Karena awak mikir anak-anak, dan cari nafkah itu suami, rumah kami pun bulanan. Jadi yang awak harapkan itu awak ajaklah kekeluargaan untuk berdamai. Rupanya minta katanya Rp 150 juta,” sebutnya.
(*)