Satusuaraexpress.co – Kementerian Keuangan mencatat hingga akhir Agustus 2021 posisi utang pemerintah mencapai Rp 6.625 triliun atau setara 40,85% terhadap PDB.
Berikut 3 fakta terkait utang pemerintah tersebut:
1. Naik Rp 55 T
Mengutip APBN KITA September 2021, jumlah utang pemerintah bertambah Rp 55,27 triliun dari Juli 2021. Kenaikan itu disebabkan adanya kenaikan utang dari Surat Berharga Negara (SBN) domestik sebesar Rp 80,1 triliun, sedangkan utang SBN valuta asing turun Rp 15,42 triliun.
Hal yang sama terjadi juga untuk pinjaman di mana terjadi penurunan sebesar Rp 9,41 triliun. Kemenkeu menegaskan pemulihan ekonomi Indonesia akibat dampak pandemi COVID-19 hingga saat ini masih berlangsung dan untuk tetap menjaga pengelolaan utang yang hati-hati, terukur, dan fleksibel di masa pandemi.
2. Realisasi Pembiayaan Utang Rp 550,6 T
Realisasi pembiayaan anggaran hingga akhir Agustus 2021 mencapai Rp 528,9 triliun atau 52,6% dari target APBN. Realisasi pembiayaan anggaran itu terdiri dari pembiayaan utang sebesar Rp 550,6 triliun, pembiayaan investasi sebesar negatif Rp 61,8 triliun, pemberian pinjaman sebesar Rp 2,2 triliun, dan pembiayaan lainnya sebesar Rp 37,9 triliun.
Realisasi pembiayaan utang terdiri dari realisasi SBN (Neto) sebesar Rp 567,41 triliun dan realisasi pinjaman (Neto) sebesar negatif Rp 16,79 triliun.
Realisasi pinjaman terdiri dari realisasi penarikan pinjaman dalam negeri sebesar Rp 0,93 triliun, pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri sebesar Rp 0,83 triliun, realisasi penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp 32,36 triliun dan realisasi pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar negatif Rp 49,26 triliun.
3. Strategi Kelola Utang
Dalam data APBN KITA dijelaskan mengenai langkah-langkah pengelolaan utang telah dilakukan pemerintah, di antaranya dengan menjaga komposisi utang SBN domestik lebih besar dari pada utang dalam bentuk valuta asing.
Pemerintah juga menegaskan bahwa pada saat pandemi hampir semua negara, terutama negara berkembang mengalami peningkatan utang akibat adanya peningkatan belanja terutama untuk sektor kesehatan seperti penyediaan vaksin, infrastruktur kesehatan dan hal lain yang terkait dengan kesehatan serta perlindungan sosial bagi masyarakat.
Selain itu akibat varian virus Corona yang terus bermutasi dan belum sepenuhnya terkendali, kebutuhan belanja terutama untuk sektor kesehatan terus membengkak. Pemerintah mengklaim terjadinya koordinasi solid antara otoritas fiskal dan otoritas moneter dengan adanya inisiatif Bank Indonesia (BI) untuk berbagi beban dengan pemerintah untuk mendukung sektor kesehatan dan kemanusiaan akibat dampak Covid-19.
Sementara itu di sisi pinjaman luar negeri, Pemerintah memanfaatkan pinjaman luar negeri yang biayanya lebih efisien, konversi pinjaman ke pinjaman dengan biaya murah dan risiko yang rendah, serta melakukan debt swap, yaitu membayar utang dengan cara menukarnya menjadi program pembangunan tertentu yang menjadi perhatian negara donor.
(*)