Reporter: Ghugus Santri
Satusuaraexpress.co – Sebuah pernikahan tidak cukup dibangun hanya dengan fondasi perasaan cinta. Apalagi di era medsos saat ini, maraknya kampanye nikah muda, membuat fenomena ini perlu diberikan perhatian khusus.
Pasangan yang hendak menikah setidaknya harus memahami tentang ilmu pernikahan terlebih dahulu.
Hal ini disampaikan oleh pengamat pernikahan sekaligus Direktur Utama Nikah Institute, Nurul Hidayati. Dia mengatakan, tentunya tidak ada yang salah dengan nikah muda.
“Tapi yang bahaya adalah hanya ikut-ikutan trend nikah muda tanpa mempelajari sebauh pernikahan secara utuh,” tutur perempuan lulusan S2 Biologi UNAIR-Gwangju Korea.
Sebuah diskusi yang bertajuk ‘Milenial Hendak Menikah, Cukupkah Hanya Berbekal Cinta?’ digelar oleh NUonlinejatim pada Jumat, (18/6) kemarin.
Hal ini menjadi sorotan kaum milenial saat ini yang hendak melakukan pernikahan. Pasalnya, banyak pelajaran yang dapat diemban terkait permasalahan pernikahan tersebut.
Pemicu nikah muda menyumbang pengaruh yang sangat tinggi pada millenial. Mulai dari banjirnya konten-konten romantisnya dua sejoli saat setelah menikah.
Hingga banyaknya publik figur, tokoh, panutan yang seakan makin gencar menarik perhatian dengan pamer kemesraan.
Ditambah dengan maraknya iming-iming muda yang terlihat enak-enak seperti ‘segera nikah dong, biar kemana-mana ada yang nemenin’.
“Kalau alasan nikah karena ada yang nemenin tidur, nanti ketika sudah menikah, pas bertengkar dengan pasangan, yakin tidurnya masih sama-sama?, gak ada yang pindah kamar?” tulis Nurul Hidayati.
Cukup gak si menikah hanya dengan cinta?
Pasangan suami istri diharuskan untuk merawat cinta sepanjang pernikahan mereka. Namun pertanyaannya, mungkin gak si cinta akan selalu ada untuk pasangan di sepanjang pernikahan?
“Jawabannya adalah ngga mungkin,” jawab Ning Abell, nama panggilan akrab Nurul Hidayati.
“Hanya cinta Tuhan pada hamba-Nya yang pasti selalu tercurah, meski sebanyak apapun dosa hambaNya.” lanjutnya.
Nurul menghubungkan antara cinta dengan keimanan seseorang. Menurutnya, keimanan manusia itu selalu naik-turun.
“Jika iman saja tidak stabil, apalagi perasaan cinta sesama makhluk,” tuturnya.
Hal yang dikhawatirkan dalam sebuah hubungan pernikahan itu, tak melulu soal perceraian.
Terkadang, bertahan dalam sebuah hubungan toxic, demage dan menghancurkan mental, justru lebih sulit dihadapi dari sebuah perceraian itu sendiri. Oleh karena itu, menikah hanya bermodal cinta saja, tidak cukup.
“Menikahlah dengan kesadaran. Sadar bahwa pernikahan juga tentang kesiapan dalam menghadapi konflik, sadar atas keadaan yang tak melulu indah, dan sadar akan sebuah proses belajar bersama,” tuturnya.
Menikah dengan kesadaran akan membangun mekanisme kesiapan pada diri. Siap mengahadapi ketidaksempurnaan, siap menghadapi realita yang tak sesuai ekspektasi, serta siap menerima konsekuensi baik dan buruk.
Selanjutnya, Nurul mengutip kalimat pada buku keduanya yang ia tulis bersama dengan sang suami berjudul ‘Kesadaran Cinta’.
“Pembuktian cinta pada pasangan bukan sekedar kata qobiltu (saya terima). Cinta butuh pembuktian dari perjalanan panjang pernikahan yang tercermin pada prilaku,” pungkas Nurul Hidayati. (gs)