Editor: Ghugus Santri
Jakarta, Satusuaraexpress.co – Sejak 2 Maret 2020 Pemerintah untuk pertama kalinya mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia.
Mulai saat itu, sejumlah kebijakan pemerintah dinilai selalu tidak tepat. Terlebih soal pendidikan di sekolah.
Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengeluarkan surat edaran untuk pencegahan virus corona (Covid-19) pada satuan pendidikan, Minggu (9/3/2020).
Surat tersebut ditujukan kepada kepala dinas pendidikan provinsi, kepala dinas pendidikan kabupaten/kota, kepala lembaga layanan pendidikan tinggi, pemimpin perguruan tinggi, dan kepala sekolah di seluruh Indonesia.
Nadiem Makarim mengajak berbagai pihak di dunia pendidikan untuk bergerak bersama menghadapi virus corona yang telah resmi ditetapkan WHO sebagai pandemi global untuk melakukan langkah-langkah mencegah berkembangnya penyebaran Covid-19 di lingkungan satuan pendidikan.
Kegiatan sekolah pun berlangsung tak seperti tahun-tahun sebelumnya, saat situasi sebelum pandemi virus corona. Namun, berbagai tantangan harus dihadapi demi berlangsungnya pendidikan di negeri ini.
Keluhan masyarakat atas kebijakan PJJ
Seorang Ibu rumah tangga bernama Wardah menceritakan sulitnya keadaan ketika anak-anak sekolah dari rumah.
“Anak saya belajar [PJJ] lebih banyak mainnya. Juga soal kuota internet, hampir satu tahun ini kami kewalahan untuk pengeluaran. Dan lagi anak saya juga kurang memahami pelajaran yang disampaikan dari PJJ.” ungkapnya kepada Satusuaraexpress.co, Selasa (4/5).
Ia hanya bisa berharap kepada pemerintah, untuk mengambil kebijakan yang dirasa tidak menyulitkan orang tua seperti Ibu Wardah ini.
“Harapannya kepada pemerintah sudah mulai memberlakukan izin sekolah tatap muka. Inilah yang kebijakan yang kami tunggu dari pemerintah. ” imbuhnya.
Keluhan Ibu Wardah merupakan perwakilan dari sejumlah masyarakat dalam keadaan saat ini.
Desakan dari pengamat masyarakat atas keadaan pendidikan di tengah Covid-19
Sebab itu, Tokoh Pemuda Jakarta Barat, Umar Abdul Aziz menekan pemprov DKI untuk membuat kebijakan terkait keadaan pendidikan do Indonesia saat ini.
“Sudah sepatutnya pemprov DKI mengkaji sekolah tatap muka baik itu 30% hingga 50% kapasitas. Karena pendidikan sebagai penompang bangsa. Jika lama dibiarkan, khawatir anak-anak bisa menjadi malas belajar.” ujarnya.
Umar menjelaskan keprihatinan terhadap jenjang sekolah pada tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Mengingat metode pembelajaran di SMK, lebih banyak pelajaran praktikum ketimbang materi di kelas.
“Cara pembelajaran virtual seperti menggunakan zoom meet atau disebutnya PJJ, menjadi kendala bagi peserta didik diusia 6-12 bahkan hal ini bisa mempengaruhi pengajaran seperti di tingkat SMK yang harus lebih banyak praktiknya.”
“Pasalnya SMK adalah lulusan yang disiapkan langsung untuk bekerja. Jika tidak dilakukan praktik, lalu seperti apa peserta didik nantinya.” papar Umar.
Oleh karena itu, Umar mendesak pemerintah unyuk mencari solusi yang terbaik untuk masalah pendidikan di tengah pandemi Covid-19 ini.
“Mengingat dilapangan sendiri pasar tradisional hingga mall diizinkan untuk dibuka kenapa pendidikan sampai sekarang masih terus dikaji dan hanya menjadi sampling percobaan tatap muka dibeberapa sekolah saja.” pungkasnya. (gs)