Wiku Adisasmito : Menyebut tiga Provinsi menjadi Sasaran empuk 3 Varian Corona

tim pakar gugus tugas nasional prof wiku adisasmito

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 mengatakan mutasi virus SARS-CoV-2 hampir menyebar di seluruh provinsi di Indonesia. Sejauh ini terpantau ada lima varian corona di Indonesia yang teridentifikasi, yakni varian D614G, B117, N439K, E484K, dan B1525.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut tiga provinsi menjadi sasaran empuk varian ini, yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur. Kendati demikian Wiku tak merinci berapa jumlah warga yang terpapar varian corona itu.

“Saat ini saja sebaran varian hampir ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan mendominasi di provinsi yang memiliki kota-kota besar berpenduduk padat, yakni Jabar, DKI, dan Jatim,” kata Wiku dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube BNPB Indonesia, Kamis (22/4).

“Oleh karena itu, kita perlu terus mempertebal dinding pertahanan negara,” imbuhnya.

Wiku sekaligus menegaskan pemerintah akan meningkatkan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) yang merupakan metode pencarian strain virus corona baru. Upaya itu akan dilakukan guna mencegah potensi ‘tsunami COVID-19’ seperti melanda India dan beberapa negara lain belakangan ini.

Ia juga mengatakan pemerintah terus berupaya menjaga pintu masuk Indonesia terkait kedatangan Warga Negara Asing (WNA) maupun Warga Negara Indonesia (WNI) dari luar negeri.

“Pada prinsipnya mekanisme penapisan yang akan dilalui WNI yang masuk ke Indonesia akan dilakukan secara berlapis,” kata Wiku.

Wiku menjelaskan, para pendatang dari luar negeri wajib menunjukkan hasil negatif melalui tes swab PCR di negara asal yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 3 x 24 jam sebelum jam keberangkatan dan dilampirkan pada saat pemeriksaan kesehatan atau e-HAC Internasional Indonesia.

Selanjutnya, pada saat kedatangan, dilakukan tes ulang PCR tes swab bagi pelaku perjalanan internasional dan diwajibkan menjalani karantina terpusat selama 5 x 24 jam. Setelah itu kembali dilakukan PCR tes swab untuk kedua kalinya.

Namun demikian, waktu berlaku hasil tes PCR berubah menyusul pengetatan peniadaan mudik. Pada 22 April-5 Mei, surat hasil pemeriksaan berlaku hanya 1 x 24 Jam. Kemudian pada periode larangan mudik 6-17 Mei harus menyertakan surat tanda negatif dan izin.

Kemudian untuk periode 18-24 Mei pasca larangan mudik, surat hasil pemeriksaan negatif Covid-19 juga hanya berlaku 1 x 24 jam.

“Upaya ini dilakukan untuk menghindari masuknya imported case dengan varian virus baru yang berkembang di berbagai negara, dan memiliki kecepatan penularan lebih tinggi,” ujarnya.

Varian baru virus corona SARS-Cov-2 yang lebih mudah menular dan dikenal dapat menurunkan efektivitas vaksin baru- baru ini ditemukan dengan nama E484K atau yang dikenal dengan nama “Eek” pertama kali ditemukan di Afrika Selatan dan Brasil. Menurut laporan Channel News Asia, mutasi virus baru tersebut diduga mengurangi perlindungan terhadap vaksin corona yang telah beredar. Bahkan, laporan tersebut mengatakan bahwa virus corona “Eek” juga kebal terhadap antibodi yang terbentuk secara alami pasca seseorang terserang COVID-19.

Menurut reseach yang diterbitkan dalam jurnal BMJ, mutasi E484K bukanlah varian baru. Virus ini adakah mutasi yang terjadi pada varian berbeda yang telah ditemukan pada varian Afrika Selatan (B.1.351) dan Brasil (B.1.1.28). Mutasi terhadap lonjakan protein dan tampaknya berdampak pada respons kekebakan tubuh. Laporan dari News Medical net juga mengatakan, E484K, mendorong protein untuk memiliki interaksi electrostatis yang kebih disukai, sehingga mengubah afinitas pengikatannya. Mutasi ini memperkuat ikatan antara protein virus dan reseptornya yang mengurangi respons imun inang. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa mutasi E484K dapat meningkatkan afinitas pengikatan RBD ke reseptor hACE2. Hal ini terjadi karena daya elektrostatis yang kebih disukai dan antar muka pengikatan lebih ketat yang disebabkan mutasi. Ikatan kuat terbentuk akibat penataan ulang struktur lokal yang sesuai disekitar residu mutan dan pembentukan ikatan hidrogen yang lebih banyak. Mutasi E484K mengakibatkan mengurangi ikatan RBD dan antibodi, akibatnya efektivitas antibodi menjadi kurang. Kondisi ini juga memungkinkan vaksin yang telah beredar saat ini tidak mampu menberikan perlindungan maksimal dari penularan virus  Sebelumnya di antara ribuan mutasi virus,

Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) memberi perhatian khusus pada lima varian baru yang menyebar dengan cepat dan dikhawatirkan berdampak serius pada pengendalian pandemi COVID-19.

Salah satunya adalah varian B.1.1.7 yang pertama kali ditemukan di Inggris pada bulan November 2020 dan telah menyebar di 94 negara, termasuk Indonesia yang dilaporkan pada 2 Maret 2021 oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

B.1.1.7 menimbulkan gejala klinis yang lebih berat ataupun mematikan, penularannya lebih tinggi mengakibatkan kita tertular virus yang lebih menular yang menyebar.

Varian berikut ialah B.1.351 yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan pada Oktober 2020 dan telah menyebar di 48 negara. Varian B.1.351 sudah dilaporkan di India dikutip dari laman Times of India, setidaknya ada 4 orang yang telah diperiksa dan hasilnya positif dengan varian Afrika Selatan ( varian B.351) dan satu positif dengan varian Brasil ( varian B.1.1.28.1 atau P1) di India. Juga ditemukan di Filipina di awal Maret 2021.
Ketiga varian tersebut membawa kode genetik ( mutasi) yang sama yaitu E484K, yang memungkinkan nya menghindari pertahanan kekebalan dalam tubuh, sehingga menyebabkan terjadinya infeksi.

Gejala yang bisa muncul dari varian baru virus corona yang ditemukan di India berupa nyeri otot , kelelahan kronis, batuk terus menerus dan sakit tenggorokkan, deman, sedangkan gangguan penciuman dan indra rasa lebih dari 60 persen tidak terjadi.

Berikutnya varian P.1 atau B.1.1.28.1 yang pertama kali diidentifikasi di kota Manaus, Brasil awal Desember 2020 dan menyebar di 25 negara.
Selain itu, ada varian A.23.1 yang diidentifikasi di Uganda pada Oktober 2020 dan kini ada di 17 negara.
Varian B.1.525 muncul sejak Desember 2020 dan menyebar di 23 negara.

Apakah varian baru mempengaruhi respons antibodi?

Mutasi virus corona yang paling dikhawatirkan ialah mutasi yang bisa mempengaruhi respons antibodi. Kemunculan varian- varian baru ini menuntut penguatan surveilans molekular.” Kuncinya surveilans untuk deteksi dini dan mencegah penyebaran lebih luas. Kalau perlu harus whole genome sequencing ( WGS) karena biayanya mahal dan lebih lama, tetapi bisa menyasar pada gen yang menyandi perubahan protein spike(paku) atau selubungnya. Jadi , perlu modifikasi tes PCR,” tutur David Handoyo.

Peneliti dari Aligning Bioinformatics dan anggota Konsorsium Covid-19. Genomics UK, Riza Arief Putranto, mengingatkan, meremehkan varian- varian ini bakal memicu gelombang wabah lebih hebat, seperti yang terjadi di Brasil.

Riset epidemiolog dari Imperial College London, Nuno Faria, dan dirujuk Nature menunjukkan , Varian P.1 memiliki 17 mutasi yang mengubah protein SARS-CoV-2, termasuk mengubah protein spike.

Sementara itu, sejumlah daerah berinovasi mempercepat vaksinasi COVID-19 pada warga lanjut usia.
Kemunculan sejumlah varian baru virus SARS-CoV-2 hasil mutasi menjadi tantangan besar program vaksinasi global yang sedang dijalankan di banyak negara. Selain lebih menular seperti pada B.1.1.1.7 dan berpotensi meningkatkan kematian, varian baru juga bisa menurunkan efektivitas vaksin. ” Mutasi ini menjadi tantangan terbesar saat ini, kita harus lebih berhati- hati,” kata Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman David Handoyo Muljono dalam diskusi daring di Jakarta Jumat 5 Maret 2021

Menurut David, sebagai virus RNA ( ribonucleic acid), SARS-CoV-2 akan terus bermutasi secara acak. Mutasi ini bagian dari virus itu bertahan menginfeksi manusia. Sebagian mutasi bersifat netral, terutama yang menguntungkan virus akan dipertahankan dan diwariskan.

Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo menjelaskan bahwa mutasi adalah hal yang normal dilakukan virus, mutasi ini belum mengubah sifat virus, terutama bagian virus, yang bernama domain pengikat reseptor ( RBD) yang bertugas menjangkiti bagian protein manusia, yang disebut ACE-2 dan mutasi ini masih sangat kecil dibawah satu persen. Kepala Lembaga Biologi Molekular Eijkmsn Amin Soebandrio juga mengungkapkan dan meyakini mutasi tak akan mempengaruhi vaksin yang telah dibuat lembaganya.

Sejauh mana masyarakat perlu khawatir?
Pakar biologi molekuler Achmad Rusdan Utomo mengatakan yang mengkhawatir kan bukanlah mutasi virus itu, namun perilaku masyarakat yang semakin abai menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19, akan memudahkan penularan virus corona.
Virus secara genetik tidak berubah, masih lestari, tapi perilaku kita yang abai protokol kesehatan mengakibatkan banyak yang tertular, masuk rumah sakit bahkan meninggal.

Bersama kita bisa mengatasi pandemi COVID-19. Laksanakan protokol kesehatan
3M dan sukseskan vaksinasi sebagai upaya memutus rantai penularan COVID-19.
Salam sehat

Jakarta, 26 April 2021
Dr. Mulyadi Tedjapranata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *