Warning ! Bakal Ada Demo Susulan, Apa Saja Tuntutannya ?

demo ilustrasi unjuk rasa
Ilustrasi

Satusuaraexpress.co – Dalam waktu dekat Gelombang demo buruh menolak Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih berlanjut. Setidaknya akan ada dua aksi besar-besaran oleh puluhan ribu buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Gelombang demo yang pertama bakal berlangsung 21 April, melibatkan 10 ribu buruh di 24 provinsi dan 150 kabupaten/kota, termasuk di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK).

Tuntutannya adalah meminta hakim MK mengabulkan judicial review, baik secara materiil maupun formil terhadap Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Singkatnya, mereka meminta UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dicabut.

“Agendanya meminta para hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan gugatan baik materiil maupun formil dari KSPI terhadap Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Senin (19/4/2021).

Berikutnya aksi demo buruh pada 1 Mei atau May Day akan menerjunkan massa lebih banyak lagi, yaitu sekitar 50 ribu buruh yang tergabung di KSPI maupun yang terafiliasi.

“Karena ini KSPI meluas, boleh jadi lebih dari 200 kabupaten/kota. 50 ribu buruh di 24 provinsi, lebih dari 200 kabupaten/kota dan 3.000 pabrik akan bergabung di Aksi May Day,” ujar Iqbal.

Tuntutan yang disuarakan saat May Day ada dua, pertama menolak UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan. Berikutnya meminta diberlakukannya upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) tahun 2021.

Kaum buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yakin Mahkamah Konstitusi (MK) bakal mencabut UU tersebut.

“Kami merasa sangat yakin 100% uji formil yang kami ajukan itu akan dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, karena apa yang kami dalilkan itu berdasarkan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan,” kata kuasa hukum pemohon, Said Salahudin dalam konferensi pers virtual.

Pihaknya menguji proses pembentukan UU Cipta Kerja dengan pembentukan UU yang lain. Dia menyatakan terdapat pertentangan dalam pembuatan UU Cipta Kerja yang tidak sesuai kaidah.

“Saya cukup lama menggeluti bidang ketatanegaraan dan saya belum menemukan dalil yang bisa membenarkan secara formil pembentukan Undang-undang Cipta Kerja ini,” sebutnya.

Menurutnya, landasan pembentukan UU Cipta Kerja tidak memenuhi berbagai unsur yang seharusnya ada dalam pembuatan undang-undang.

Dalam proses pengajuan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja oleh pemerintah ke DPR, pihaknya menemukan fakta bahwa naskah akademiknya baru diserahkan pemerintah ke DPR belakangan. Hal itu menurutnya sudah menyalahi prosedur.

“Bagaimana mungkin DPR mengesahkan dan mengetuk palu memasukkan RUU Cipta Kerja dalam prolegnas sedangkan dia sendiri belum menerima naskah akademiknya,” ujarnya.

Kemudian, pihaknya menyatakan Undang-undang Cipta Kerja tidak sesuai dengan konsep omnibus law. Menurutnya omnibus law selayaknya menghendaki satu undang-undang yang hanya mengatur satu materi secara spesifik. Sedangkan UU Cipta Kerja meliputi banyak aspek.

Atas dasar itu, dia menyebut UU Cipta Kerja tidak sejalan dengan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3).

“Kita tahu ini bukan satu materi dalam Undang-undang Cipta Kerja, banyak sekali, bahkan tidak berkaitan secara spesifik. Padahal metode yang dikehendaki dalam Undang-undang P3 itu adalah single subject of matter yang menghendaki untuk 1 undang-undang dibuat untuk mengatur satu subjek atau materi yang berkaitan secara spesifik,” tambah dia. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *