Oleh : Chris Lentina Siagian
Pegawai Tugas Belajar Pemda DKI Jakarta Tahun 2019,
Program Magister Akuntansi Publik Unversitas Gadjah Mada
Peringatan Hari Pendidikan Nasional yang jatuh setiap tanggal 2 Mei tidak lepas dari sosok pelopor pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, yang pertama kali memperjuangkan pendidikan untuk rakyat Indonesia melalui taman siswa. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan sangat penting untuk mengembangkan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (Intelektualitas), dan kondisi jasmani (raga) seseorang. Dengan mengembangkan ketiga aspek tersebut secara bersamaan maka proses humanisasi atau memanusiakan manusia dalam pendidikan dapat tercapai. Melalui pendidikan cita-cita luhur bangsa yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yaitu “Mencerdaskan kehidupan Bangsa” dapat terwujud.
Namun apakah pendidikan saat ini sudah mencetak lulusan yang memiliki keseimbangan rasio (Intelektualitas), raga (kesehatan jasmani) dan rasa (karakter, kecerdasan emosi) seperti yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara?
Faktanya, kondisi pendidikan Indonsia saat ini masih jauh tertinggal dari negara lain. Menurut Indra Chairsmiadji (pengamat pendidikan dari Center of Education Regulations anda Development, 2020), target perolehan “Programme for International Student Assesment” (PISA) yang ditujukan untuk menguji dan membandingkan prestasi anak-anak sekolah di seluruh dunia, masih tertinggal jauh dari negara-negara lain. Pemerintah mencanangkan raihan PISA pada tahun 2025 untuk bidang literasi sebesar 396, untuk numerasi sebesar 288 dan untuk sains sebesar 402, dimana hal tersebut masih jauh dari rata-rata capaian negara-negara yang tergabung dalam OECD pada tahun 2018 yaitu 487 untuk literasi, 489 untuk numerasi dan 489 untuk sains.
Selain itu, kondisi tingkat obesitas siswa SD saat ini masih tinggi diangka 18,8 % (Data Kemenkes RI, 2016) yang jauh tertinggal dengan negara-negara ASIA, diantaranya Jepang dengan angka 8%, Cina dengan angka 10%.
Fenomena lainnya ditunjukan dengan kasus bullying yang banyak terjadi pada siswa sekolah, dimana berdasarkan survey kementerian sosial tahun 2013 terdapat 47,45% remaja pria dan 35,05% remaja wanita mengalami hal tersebut sehingga kecerdasan emosional siswa sekolah memerlukan perbaikan. Sejalan dengan hal tersebut tingkat kepercayaan diri siswa sekolah saat ini dibawah angka 30% (Penelitian TIMSS, 2008)
Perbaikan terhadap ketiga kondisi tersebut perlu dilakukan sedini mungkin mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) karena perkembangan kemampuan anak pada usia 7 s.d. 11 tahun, merupakan fase operasi – konkrit, dimana secara psikologis pada fase ini pengalaman kognitif anak berangsur beralih dari dunia fantastik ke dunia nyata, maka logis tindaknya suatu keadaan telah menjadi pertimbangan tindakannya. Saat ini merupakan waktu terbaik yang disarankan untuk membimbing kreatifitas, mengembangkan keterampilan dan mendorong keberanian yang positif pada anak. (M. Mardiyanto, 2014, Buku Psikologi Pendidikan).
Perbaikan terhadap hal tersebut dapat dilakukan melalui Program Logic Model sebagai salah satu bagan analisa yang sudah umum dilaksanakan untuk kebijakan publik. Dengan progam logic model ini, uraian dari setiap tahapan, mulai dari input, proses, ouput, oucome hingga impact yang dihasilkan dapat tergambar secara jelas.
Berdasarkan analisa, dapat dilakukan 3 (tiga) program untuk mewujdkan lulusan yang mempunyai keseimbangan dalam Rasio, Raga dan Rasa, atau istilah lainnya “Balanced Graduated”. Adapun ke tiga proram tersebut adalah menciptakan literasi membaca mandiri, mewujudkan kebiasaan mengkonsumsi makan dengan gizi seimbang serta pendidikan melalui seni musik marching band sebagai sarana untuk membentuk karakter dan kecerdasan emosional.
Program menciptakan literasi membaca mandiri dengan mewajibkan siswa membaca mandiri minimal 1 buku setiap bulannya dari buku yang disediakan perpustakaan sekolah. Program ini didasari oleh teori dan riset yang menyimpulkan bahwa membaca dapat merangsang otak untuk berpikir kreatif dan sistematis, memperluas dan memperkaya wawasan, serta membentuk kepribadian yang unggul dan kompetitif (Galuh Wicaksana, Buat Anakmu Gila Membaca, Jokjakarta: Buku Biru). Sebagai best practise, kegiatan membaca mandiri ini sudah lama diterapkan di negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik di Dunia, diantaranya Finlandia, Jepang, Singapura dan lain-lain.
Program mewujudkan kebiasaan mengkonsumsi makan dengan gizi seimbang, dilakukan dengan mewajibkan siswa membawa bekal makanan sehat dari rumah untuk dikonsumsi di sekolah yang disiapkan oleh orang tua setelah sebelumnya memperoleh pengetahuan melalui pengarahan dari ahli gizi. Program ini didasari riset yang menyatakan mengkonsumsi makanan bergizi cukup dan seimbang secara teratur akan mendorong anak tumbuh sehat sehingga mampu mengikuti semua aktivitas belaja serta meraih prestasi belajar yang tinggi. Melalui program ini kebiasaan siswa jajan sembarangan akan berkurang dan asupan gizi akan seimbang, disamping meningkatnya kasih sayang dan perhatian orang tua melalui penyediaan bekal makanan tersebut. Sebagai best practice, kegiatan membawa bekal makanan sehat bergizi seimbang sudah lama diterapkan di negara Jepang, dimana siswa di negara tersebut memiliki tingkat obesitas terendah, disamping peringkat pendidikan terbaik di dunia.
Program pendidikan melalui seni musik marching band sebagai sarana unntuk membentuk karakter dan kecerdasan emosi, dilakukan dengan mewajibkan siswa SD mengikuti pelatihan marching band dan menampilkannya secara bergiliran dalam upacara bendera di sekolah dasar yang dilaksanakan setiap minggu. Terdapat teori yang menyatakan pendidikan melalui seni mendorong perkembangan peserta didik secara optimal, menciptakan keseimbangan rasional dan emotional, keseimbangan kinerja otak kanan dan otak kiri (Parmadhi: 2008). Berdasarkan riset, pelatihan marching band dapat memberi manfaat dari fungsi kedisiplinan (meningkatkan fisik dan mental serta etos kerja), Fungsi sosial (manajemen organisasi, kerjasama tim dan saling menghargai) dan fungsi seni (musik, tari dan gerak, koreigrafi serta apresiasiasi seni) sebagaimana disampaikan oleh Marko s. Hermawan dari Victoria University-New Zealand, melalui riset marching band sebagai pendidikan berkarakter. Sebagai best practise kegiatan seni di sekolah dasar adalah negara Australia yang memberikan porsi pendidikan kesenian cukup besar dan memiliki masyarakat yang ramah dan multi budaya.
Dengan pelaksanaan ketiga program tersebut, diharapkan dalam jangka panjang lulusan siswa SD akan memiliki budaya membaca yang mendukung peningkatan pemikiran, budaya makan sehat dan postur tubuh siswa yang ideal dalam mewujudkan kesehatan jasmani, serta siswa memiliki karakter maupun kecerdasan emosional dan rasa percaya diri yang baik. Program yang disarankan di atas bukanlah hal yang mudah untuk diterapkan, tetapi kebersamaan sebagai bagian dari tema pendidikan saat ini, “Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar” diyakini dapat memberikan hasil yang terbaik.
Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2021, dan tetap sehat serta semangat dalam mengarungi pandemi Covid saat ini.
Yogyakarta, 29 April 2021.