Satusuaraexpress.co – Kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah baru-baru ini merupakan kebijakan yang tidak popular secara politik.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Anggia Erma Rini memastikan Komisi IV DPR RI sepakat tidak menyetujui kebijakan impor yang akan dilakukan oleh pemerintah ini, sehingga ia meminta pemerintah mengevaluasi kembali kebijakan yang menimbulkan polemik di masyarakat itu.
Di tengah memasuki masa panen raya, menurutnya, seharusnya masyarakat dapat menikmati pangan hasil pertanian dalam negeri, bukan malah dibanjiri dengan impor pangan.
“Jadi, satu, kalau untuk isu impor 1 juta ton kita di Komisi IV secara bersama-sama sepakat menolak hal tersebut. Terutama kita Komisi IV menolak importasi, terutama ketika sedang ada panen raya. Kan panen raya di depan mata. Sebaiknya itu perlu dievaluasi untuk impor beras, dan ini sudah tegas bahwa kita di Komisi IV menolak itu,” dalam diskusi virtual, Jumat (19/03).
Politisi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) ini mengatakan, saat ini data status ketahanan pangan Indonesia juga tengah meningkat. Artinya ada optimisme bagi masyarakat Indonesia memiliki ketahanan pangan yang prima. Komisi IV DPR RI akan membuktikan hal tersebut dengan melakukan inspeksi lapangan.
“Apabila kita lihat dan kita memastikan bahwa stok pangan aman, kita menolak (impor). Kalau kita melihat bahwa stok pangan ini aman ya. Ada optimisme meskipun harus mulai kita buktikan. Kita juga ingin tahu data di pemerintah dan kita inginnya itu jujur, jadi benar tidak karena bencana alam ini akan mempengaruhi produktivitas pangan kita,” imbuhnya.
Anggia menuturkan negara harus punya upaya agar produksi dalam negeri Indonesia itu bisa lebih maksimal karena memiliki potensi yang sangat besar. Ia tidak ingin kekayaan Indonesia yang sedemikian rupa ini dimanfaatkan oleh asing sebagai pasar potensial. Menurutnya akibat dari hal tersebut akan dapat menyengsarakan rakyat.
“Menurut saya negara harus punya upaya bagaimana produksi dalam negeri itu bisa lebih maksimal, karena kita punya potensi yang besar sekali untuk bisa menghasilkan produksi yang memang kita konsumsi sendiri. Jadi Indonesia ini kan banyak sekali penduduknya (huge number) gitu, jangan sampai kemudian hanya menjadi pasar dari produk-produk luar negeri,” ungkapnya.
Dikesempatan terpisah, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan, latar belakang diputuskannya kebijakan impor beras sebanyak 1 juta ton pada tahun ini, utamanya disebabkan stok beras cadangan Bulog yang rendah.
Lutfi mengatakan, Bulog memiliki penugasan untuk menjaga stok cadangan beras atau iron stock sebesar 1 juta-1,5 juta ton setiap tahunnya. Besaran angka stok itu merupakan prinsip dasar pemerintah sejak lama.
Cadangan beras ini diperlukan untuk kebutuhan mendesak seperti bansos ataupun operasi pasar guna stabilisasi harga. Adapun pengadaan beras oleh Bulog itu bisa berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
“Jadi kalau memang ternyata penyerapan Bulog bagus, kita tidak perlu impor. Ada tahun-tahun kita tidak perlu impor, seperti saat 2019 dan 2020,” kata Lutfi.
Pemerintah melihat ada beberapa hal yang perlu diantisipasi untuk bisa memastikan stok beras terjaga.
Lutfi menjelaskan, stok beras cadangan Bulog saat ini hanya sekitar 800 ribu ton. Sebanyak 275 ribu ton dari stok tersebut merupakan beras hasil impor tahun 2018 lalu. Menurut dia, beras sisa impor itu berpotensi mengalami penurunan mutu. Jadi, jika dikurangi dengan beras sisa impor, jadi stok akhir Bulog mungkin hanya kisaran 500 ribu ton. (aldi)