Berapakah Upah Layak Pekerja Jurnalis ? Simak ini!

IMG 20210327 010353
Seorang fotografer sedang berjalan diantara banyak orang yang sedang melakukan unjukrasa di area sekitar Monas, Jakarta Pusat. (foto: Ghugus Santri /Satusuaraexpress.co)

Jakarta, Satusuaraexpress.co – Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta merilis tentang upah layak untuk para pekerja jurnalis di Provinsi DKI Jakarta.

AJI melakukan survei upah riil dan upah layak jurnalis. Survei ini sudah berlangsung sejak bulan Januari hingga Februari 2021 menggunakan metode kuesioner secara daring.

Selanjutnya, hasil dari kuesioner tersebut didapati. Lebih dari 100 responden yang terkumpul, ada 97 responden tervalidasi (51 persen responden perempuan, 47,42 persen responden laki-laki dan 1 persen responden tidak menyebutkan jenis kelamin). Sebanyak 93,8 % responden mengaku belum mendapatkan upah layak.

Tidak hanya di bawah upah layak, AJI Jakarta bahkan menemukan upah yang masih di bawah upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta sebanyak 10 responden. Sebagaimana diketahui UMP DKI Jakarta pada 2021 adalah sebesar Rp 4.416.186.

Lalu berapa upah layak keperja jurnalis? 

Ketua Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta Taufiqurrohman dalam diskusi daring, Jumat, (26/3) mengatakan, kebutuhan upah layak bagi jurnalis Jakarta di tahun 2021 sebesar Rp 8.366.220.

“Dengan catatan, ada 10 persen dana simpanan dari kebutuhan hidup per bulan,” imbuhnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers Agung Dharmajaya menyatakan terkait upah yang diterima jurnalis, menjadi catatan serius lantaran berbeda jauh dengan UMP DKI Jakarta.

Agung memandang persoalan itu berkaitan dengan modal dan badan hukum, termasuk upah layak, sebagaimana tertuang di UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ketidaklayakan upah berpotensi melahirkan sikap korupsi di kalangan wartawan.

“Orang tidak mendapatkan upah layak, siapapun, sementara tanggungannya banyak, maka kecenderungan untuk berbuat korupsi itu ada,” ujar Agung.

Kondisi tersebut berimplikasi terhadap banyaknya pengaduan etik kepada Dewan Pers karena kualitas pemberitaan rendah. Padahal, Dewan Pers telah mengeluarkan aturan terkait Standar Perusahaan Pers.

Tak hanya kualitas pemberitaan, penyelewengan kerja jurnalistik karena persoalan kesejahteraan di perusahaan juga berdampak kepada jurnalis menjadi tidak profesional.

“Ada jurnalis yang menerima ‘amplop’ dari narasumber. Salah satu imbasnya, citra wartawan,” kata Agung. (mi/gs)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *