Kota Tangerang, Satusuaraexpress.co – Naiknya harga kedelai di pasar, membuat salah satu perajin tahu-tempe di Kota Tangerang Selatan turun omzet mencapai 40 persen.
Nana perajin tahu tempe di Pakualam, Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan menerangkan, harga kedelai di pasaran naik dari harga Rp7.200 menjadi Rp9.000 per kilogramnya.
Menurutnya, hal itu sangat mencekik bagi para perajin tahu tempe sepertinya, bahkan tiga hari kemarin teman-temannya melakukan aksi mogok membuat tahu tempe.
“Wong gara-gara kedelai naik, saya contohi biasa dapat Rp50 ribu ini tipis cuma Rp30 ribu,” ujarnya kepada wartawan di lokasi sambil menata tempe dan tahu untuk dijual, Senin (4/1/2021).
Menurutnya, saat ini dirinya sangat berat untuk menaikan harga tahu tempe yang dijualnya, bahkan dirinya pernah berpikir untuk mengecilkan produksinya.
“Tempe gak mungkin lah berat. Tapi tahu kita naik 1000. Setiap hari kita sebagai perajin ya bisa 20 kilo buat jadi kedelai naik ya pengaruh banget, berasa bener,” ungkapnya.
Nana menjelaskan, dirinya selalu membuat tempe dengan bentuk segitiga dijual dengan harga Rp5.000 per 10 biji. Lalu untuk tahu dirinya membuat dalam bentuk plastikan dihargai Rp8000 dari sebelumnya Rp7000.
“Kalau tempe tergantung pesanan sama tenaga kita, kalau kita punya patokan jam 9 selesai ya targetnya hanya segitu aja, kalau lebih nanti jadi barang sisa, saya gak mau barangnya nyisa gitu,” tuturnya.
Dirinya berharap kepada pemerintah untuk bisa memproduksi kedelai di Negeri sendiri.
Hal itu, menurut Nana, agar terjadinya keseimbangan harga kedelai dan tidak naik seperti saat ini dari harga Rp7.200 menjadi Rp9.000 per kilogram.
“Harapannya untuk pemerintah sebisa mungkin kedelai produksi sendiri lah dalam negeri, jangan import-import. Masa kita kalah sama Thailand,” paparnya kesal.
Nana menerangkan, jangan sampai gara-gara import nanti misalnya harga dollar Rp100 ribu maka harga kedelai menjadi Rp200 ribu.
“Harapannya itu aja urusin pertanian jadi kita gak berulang kali begitu, jadi permainan pengusaha besar, jadi urusin itu pertanian, orang tanah batu di tandurin aja tumbuh masa kedelai impor mulu, akhirnya ya begini,” tutupnya.
(Bal)