Satusauaraexpress.co – Presiden Joko Widodo mengajak seluruh pihak terkait untuk bersama melakukan reformasi sistem kesehatan nasional secara besar-besaran. Reformasi tersebut juga mencakup kemandirian obat dan bahan baku obat yang diharapkan dapat segera dicapai.
“Kita tahu bahwa sekitar 90% obat dan bahan baku obat masih mengandalkan impor. Padahal negara kita sangat kaya dengan keberagaman hayati, baik di daratan maupun lautan. Hal ini jelas memboroskan devisa negara, menambah defisit neraca transaksi berjalan, dan membuat industri farmasi dalam negeri tidak bisa tumbuh dengan baik,” ujar Presiden saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dalam video yang ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Kamis (5/11).
Karena itu, Presiden berpandangan kemandirian dalam industri obat-obatan dan alat kesehatan harus menjadi prioritas bersama dan dilakukan dengan cara-cara luar biasa di tengah pandemi covid-19 yang saat ini terjadi. Pandemi telah membangkitkan rasa krisis dalam dunia farmasi untuk memacu kegiatan riset, mengembangkan inovasi-inovasi, merevitalisasi industri bahan baku obat di dalam negeri, hingga memperkuat struktur manufaktur industri farmasi nasional.
“Kekayaan keragaman hayati Indonesia harus dijadikan modal dasar dalam kebangkitan industri obat dalam negeri. Keragaman hayati harus dimanfaatkan untuk memperkuat ketahanan masyarakat di bidang kesehatan. Obat fitofarmaka juga perlu difasilitasi untuk melewati uji klinis dan standarisasi sehingga menjadi pilihan pengobatan promotif dan preventif,” tuturnya.
Humaniora 05 November 2020, 13:25 WIB Presiden Harap Indonesia Mandiri dalam Obat dan Bahan Bakunya Mediaindonesia.com | Humaniora DOK Sekretariat Presiden PRESIDEN Joko Widodo mengajak seluruh pihak terkait untuk bersama melakukan reformasi sistem kesehatan nasional secara besar-besaran. Reformasi tersebut juga mencakup kemandirian obat dan bahan baku obat yang diharapkan dapat segera dicapai.
“Kita tahu bahwa sekitar 90% obat dan bahan baku obat masih mengandalkan impor. Padahal negara kita sangat kaya dengan keberagaman hayati, baik di daratan maupun lautan. Hal ini jelas memboroskan devisa negara, menambah defisit neraca transaksi berjalan, dan membuat industri farmasi dalam negeri tidak bisa tumbuh dengan baik,” ujar Presiden saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dalam video yang ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Kamis (5/11).
Karena itu, Presiden berpandangan kemandirian dalam industri obat-obatan dan alat kesehatan harus menjadi prioritas bersama dan dilakukan dengan cara-cara luar biasa di tengah pandemi covid-19 yang saat ini terjadi. Pandemi telah membangkitkan rasa krisis dalam dunia farmasi untuk memacu kegiatan riset, mengembangkan inovasi-inovasi, merevitalisasi industri bahan baku obat di dalam negeri, hingga memperkuat struktur manufaktur industri farmasi nasional.”Kekayaan keragaman hayati Indonesia harus dijadikan modal dasar dalam kebangkitan industri obat dalam negeri. Keragaman hayati harus dimanfaatkan untuk memperkuat ketahanan masyarakat di bidang kesehatan. Obat fitofarmaka juga perlu difasilitasi untuk melewati uji klinis dan standarisasi sehingga menjadi pilihan pengobatan promotif dan preventif,” tuturnya.Kebangkitan industri farmasi nasional diharapkan sekaligus memperkuat perekonomian nasional, baik yang bekerja di hulu maupun hilir industri, dan meningkatkan kesejahteraan para petani serta UMKM. Selain itu, memanfaatkan momentum penanganan pandemi, Presiden Joko Widodo juga mengajak partisipasi seluruh elemen masyarakat mulai dokter, perawat, apoteker, dan profesi lain untuk ambil bagian dalam penanganan pandemi, terutama membantu kesuksesan program vaksinasi covid-19.
“Saya mengajak peran serta dalam rantai produksi, distribusi, dan pelayanan vaksinasi dengan memberikan pelatihan teknis terkait penanganan vaksin, serta bisa berperan menjadi promotor dan memberikan edukasi tentang vaksin,” kata Presiden.
Melalui pelaksanaan Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Ikatan Apoteker Indonesia ini pula Kepala negara berharap agar melahirkan banyak gagasan dan rencana-rencana aksi untuk membantu percepatan penanganan pandemi covid-19 dan kemandirian obat dalam negeri.
Tidak kurang dari 5.000 apoteker dari seluruh Indonesia mengikuti Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) 2020 yang diselenggarakan secara virtual pada 5=7 November 2020. PIT Virtual IAI 2020 kali ini mengambil tema Achieving health for all: Pharmacy optimising primary health care through digital technology. Bersamaan dengan PIT, digelar pula rakernas pada 1-4 November 2020.
Rakernas yang juga diselenggarakan secara virtual ini diikuti oleh Pengurus Daerah dari seluruh Indonesia. Penyeleggaraan PIT dan Rakernas IAI kali ini merupakan kerja sama PP IAI dan PD IAI Bali. Ikatan Apoteker Indonesia menyelenggarakan Pertemuan Ilmiah Tahunan setiap tahun dengan tema berfokus pada peningkatan kapasitas dan wawasan apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian. Semula, PIT 2020 akan diselenggarakan di Bali pada 1-3 April 2020 tapi ditunda semenjak pandemi covid-19 merebak. Selama masa pembatasan sosial berskala besar karena pandemi, IAI mengalihkan semua kegiatan CPD tatap muka langsung menjadi CPD daring (webinar).
“Saat ini, IAI berhasil menyelenggarakan 50 kali webinar/seminar online dan video on demand, yang dihadiri oleh lebih 10.000 peserta setiap kali penyelenggaraan. Keberhasilan ini mendasari IAI untuk melaksanakan PIT 2020 secara virtual,” ungkap Ketua Umum PP IAI Nurul Falah Eddy Pariang menjelang PIT dan Rakernas PP IAI di Jakarta.
Menurutnya, PIT merupakan sarana peningkatan kapasitas dan wawasan apoteker untuk menjalankan praktik kefarmasian secara bertanggung jawab dengan mengoptimalkan teknologi digital, terutama di fasilitas pelayanan kesehatan primer. PIT juga menjadi sarana aktualisasi gagasan, kemampuan, dan pengalaman anggota IAI dari berbagai bidang kefarmasian.
Mengutip pernyataan WHO (World Health Organization), Ketua Panitia PIT Lilik Yusuf Indrajaya mengatakan tren global dan nasional menunjukkan tantangan kesehatan masyarakat akan semakin kompleks. Usia harapan hidup masyarakat yang semakin panjang, pengelolaan penyakit kronis, serta kompleksitas pengobatan obat dan farmakoterapi menjadi tantangan yang harus diatasi. (*)